Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2196
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorHidayat-
dc.contributor.advisorAhmad Syukron-
dc.contributor.authorMuhammad Abdul Wahab, 216420250-
dc.date.accessioned2022-11-01T08:38:27Z-
dc.date.available2022-11-01T08:38:27Z-
dc.date.issued2019-
dc.identifier.urihttp://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2196-
dc.description.abstractLatar belakang penulisan tesis ini menanggapi adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang hukum mengikatnya janji (wa’d mulzim) dalam fikih muamalah, yang mana konsep janji ini diterapkan dalam fatwa DSN-MUI No. 4 tahun 2000 tentang Murâbaẖah. Oleh karenanya, penulis memandang perlu mencari akad alternatif pengganti wa’d mulzim, yaitu akad mu’allaq, untuk selanjutnya diteliti lebih jauh tentang keabsahannya dari sisi syariah dan bagaimana penerapannya dalam skema Murâbaẖah. Metodologi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan secara deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan (library research). Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, penerapan wa’d mulzim dalam fatwa DSN No. 4 tahun 2000 tentang Murâbaẖah dilandasi oleh pendapat sebagian ulama seperti Ibnu Syubrumah dan sebagian Mâlikiyyah bahwa janji dapat mengikat secara hukum formal. Pendapat ini berseberangan dengan mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyah, Syâfi’iyah, Hanâbilah dan sebagian Mâlikiyah yang memandang bahwa janji merupakan salah satu bentuk tabarru’ dan tidak mengikat secara hukum. Kedua, hukum akad mu’allaq menurut pendapat yang paling kuat adalah sah dan boleh dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) Tidak ada nas syar’i yang secara eksplisit melarang jual-beli akad mu’allaq; (2) Islam memberikan kebebasan dan keleluasaan dalam berakad. Semua bentuk akad adalah dibolehkan dengan catatan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak dan tidak menyalahi syara’; (3) Argumen yang digunakan sebagian ulama untuk melarang akad mu’allaq telah mendapatkan bantahan dan kritikan dan dinilai tidak relevan jika dikaitkan dengan akad mu’allaq. Ketiga, skema Murâbaẖah dengan akad mu’allaq adalah, nasabah yang membutuhkan pembiayaan untuk membeli suatu barang atau aset, melakukan ijab dengan pihak bank dengan shigat ta’lîq bahwa dia akan membeli barang tersebut setelah bank membelinya terlebih dahulu dengan spesifikasi yang telah disepakati. Perpindahan kepemilikan barang kepada nasabah terjadi secara otomatis pada saat bank sudah membeli dan menguasai barang tersebut.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherProgram Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakartaen_US
dc.subjectFikih Muamalahen_US
dc.subjectAkad Mu’allaqen_US
dc.subjectWa’d Mulzimen_US
dc.subjectMurabahahen_US
dc.titleTinjauan Fikih Muamalah Terhadap Akad Mu’allaq Sebagai Alternatif untuk Wa’d Mulzim dalam Fatwa DSN-MUI No. 4 Tahun 2000 Tentang Murabahahen_US
dc.typeTesisen_US
Appears in Collections:Tesis S2 Hukum Ekonomi Syariah

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
216420250-Muhammad Abdul Wahab.pdf
  Restricted Access
216420250-Tesis2.05 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.