Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2492
Title: Tafsir Bi Al-Ra’yi; Kelebihan dan Kekurangan (Studi atas Beberapa Corak Tafsir Bi Al-Ra’yi)
Authors: Naimah Fathoni, 200410103
Advisor: Ahsin Sakho Muhammad
Huzaemah Tahido Yanggo
Issue Date: 2003
Publisher: Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta
Abstract: Diantara ilmu-ilmu keislaman yang mendapatkan perhatian yang sangat besar dari ulama islam adalah ilmu tafsir. Sebuah ilmu yang tak pernah lekang di panas dan tak pernah lapuk di musim hujan. Ilmu ini tak pernah mengalami final sampai kapanpun. Karakteristik al-Qur’an yang demikian rupa mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi peminatnya, sehingga mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan bagian darinya. Uniknya adalah bahwa peminat al-Qur’an ini terdiri dari berbagai macam golongan dan dari berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan. Jadi ilmu tafsir termasuk ilmu yang mendapat perhatian besar dari para ilmuwan, karena karakteristik al-Qur’an tersebut diantaranya, al-Qur’an adalah kitab suci akhir zaman yang diturunkan oleh Allah untuk menjadi petunjuk bagi keseluruhan umat manusia. Oleh karena itu ia akan terus bersinar sepanjang hidup umat manusia di bumi ini. Al-Qur’an menggunakan redaksi yang singkat namun demikian padat akan makna sehingga bisa ditafsirkan dengan bermacam penafsiran sejalan dengan perkembangan zaman sehingga ada ungkapan “Al-Qur’an akan ditafsirkan oleh zaman”. Beberapa indikator yang ada ialah bahwa al-Qur’an jarang sekali menyebutkan nama pelaku sejarah secara rinci, nama tempat, nama benda dan rincian-rincian lainya. Hal ini mengisyaratkan kepada pembacanya agar mengkonsentrasinya kepada substansi persoalan yang sedang diceritakan dan tidak terpaku kepada hal-hal kecil yang tidak begitu penting. Indikator yang lain adalah beragamnya penafsiran terhadap al-Qur’an dari semenjak masa sahabat sampai saat ini. Kesemuan penafsiran tersebut betapun beragamnya sulit untuk ditolak karena memang sudah memenuhi standar penafsiran yang sudah disepakati oleh mayoritas ulama. Al-Qur’an menjelaskan tentang huku sejarah yang bisa menjadi kepastian manakala faktor-faktor yang menimbulkan sejarah tersebut terulang. Al-Qur’an adalah sumber ajaran islam, yang menempati posisi sentral, bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga merupakan inspirator, pemandu, dan pemadu-pemadu Gerakan umat Islam sepanjang zaman ini, maka pemahaman terhadap ayat al-Qur’an melalui penafsiran-penafsirannya, mempunyai peranan yang sangat besar bagi maju mundurnya umat. Setiap muslim, bahkan berkewajiban untuk mempelajari dan memahami kitab suci yang dipercayainya. Namun, walaupun demikian hal tersebut bukan berarti bahwa setiap orang bebas untuk menafsirkan atau menyebarluaskan pendapatnya tanpa memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan guna mencapai maksud tersebut. Tafsir bi al-Ra’yi adalah penafsiran al-Qur’an dengan ijtihad setelah seorang mufassir memahami secara baik terhadap Bahasa arab secara mendalam termasuk mengerti tentang syair-syair jahiliyah mengetahui asbabun nuzul dan mengetahui nasakh-mansukh dari ayat-ayat al-Qur’an serta syarat-syarat lain yang dibutuhkan oleh seorang mufassir yaitu pengetahuan tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an, sejarah turunnya hadits nabi, ilu qiroat dan ushul fiqhm serta pengetahuan tentang prinsip-prinsip keagamaan. Bagi mereka yang tidak memenuhi syarat-syarat diatas tidak dibenarkan untuk menafsirkan al-Qur’an. Tafsir bi al-Ra’yi ini terdapat dua pandangan, dan masing-masing pihak telah berusaha mentarjihkan pendapatnya dan menguatkan seruannya. Sesungguhnya jika ditinjau masalahnya dengan teliti dan cermat, niscaya akan menjadi jelas bahwa perselisihan perndapat tersebut tidaklah menyangkut inti masalah hanya cara pengungkapan lafadznya saja. Menurut para ulama, tafsir bi al-Ra’yi dibagi dua: pertama, tafsir bi al-ra’yi yang terpuji (mahmudah) yaitu penafsiran yang dilakukan sesuai dengan aturan-aturan ungkapan Bahasa arab dan seluk-beluk gaya bahasanya, sesuai dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah dengan memperhatikan semua syarat-syarat penafsiran yang telah disepakati oleh para ulama tafsir. Kedua, tafsir bi al-ra’yi yang tidak terpuji (madzmumah) yaitu tafsir yang tidak memenuhi syarat-syarat penafsiran dan tidak sejalan dengan undang-undang atau kaidah-kaidah Bahasa arab serta tidak bersesuaian dengan kitabullah dan sunnah rasul. Tafsir yang seperti ini disebut tafsir bi al-ra’yi yang tercela dan tidak diperbolehkan.kelebihan dan kekurangan dari tafsir bi al-ra’yi yakni untuk kelebihannya terletak pada kemungkinan mufassir dapat menafsirkan seluruh komponen ayat al-Qur’an secara dinamis sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan kelemahannya terdapat pada kemungkinan penafsiran yang dipaksakan, subjektif dan pada hal-hal tertentu mungkin sulit dibedakan antara pendekatan ilmiah yang sesungguhnya dengan kecenderungan subjektifitas mufassirnya karena kedangkalan ilmu pengetahuan penafsir. Pendekatan yang digunakan dalam penenlitian ini adalah pendekatan sejarah (historical approach) dan pada tahap pengumpulan data, ditempuh dengan studi kepustakaan (library research) dengan membaca kitab-kitab tafsir yang berhubungan dengan tafsir bi al-ra’yi dan corak-coraknya. Untuk menganalisis data digunakan analisis isi (content analysis) yaitu dengan menganalisa isi kandungan tafsir-tafsir tersebut.
URI: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2492
Appears in Collections:Tesis S2 Ilmu Al Quran dan Tafsir

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
200410103-Naimah Fathoni.pdf
  Restricted Access
200410103-Tesis16.97 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.