Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/3546
Title: Cryptocurrency dalam Pandangan Fatwa MUI, Undang-Undang, Peraturan BAPPEBTI, dan Peraturan Bank Indonesia
Authors: Titiek Ulfiaty Ismail. L, 218420325
Advisor: Abdul Wahab Abd Muhaimin
Syarif Hidayatullah
Issue Date: 2023
Publisher: Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta
Abstract: Seiring perkembangan zaman yang berdampak pada perkembangan teknologi dimana dunia saat ini sudah mengenal apa yang disebut internet, sistem pembayaran pun menemukan arah baru. Terdapat digitalisasi sistem pembayaran dengan menginginkan digitalisasi sistem pembayaran menggunakan instrumen digital yang kemudian mucul uang digital atau dikenal dengan cryptocurrency. Penelitian ini memuat 2 rumusan masalah yaitu: (1) Bagaimana cryptocurrency dalam pandangan Undang-Undang, Peraturan Bappebti, dan Peraturan Bank Indonesia? (2)Bagaimana cryptocurrency dalam pandangan Fatwa MUI? Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan berupa studi dokumen. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena yang dialami oleh subjek penelitian. Pendekatan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan cryptocurrency. Sumber data primer penelitian ini adalah Undang-undang, Peraturan Bappebti, Peraturan Bank Indonesia, serta rujukan kesyariahan yakni Fatwa MUI terkait. Sumber data sekunder penelitian ini adalah teori, konsep, data dan penelitian lain yang berkaitan dengan regulasi legal formal tentang cryptocurrency. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan, bahwa (1) Cryptocurrency menurut UU, Bappebti serta PBI tidak boleh sebagai alat tukar/mata uang karena (a) Rupiah merupakan satu-satunya mata uang yang sah dan legal di Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b) Penyelenggara jasa sistem pembayaran tidak diizinkan untuk memproses transaksi memakai mata uang virtual. Adapun cryptocurrency sebagai komoditi (aset kripto) dibolehkan untuk diperdagangkan di bursa berjangka. Namun, jika aset kripto dijadikan sebagai kontrak derivative syariah yang diperdagangkan di bursa berjangka, harus mendapat fatwa dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. (2) Cryptocurrency dalam Fatwa MUI, tidak dibolehkan sebagai alat tukar/mata uang selama tidak mendapatkan izin dari pihak-pihak otoritatif, misalnya UU, Bappebti, dan PBI. Adapun cryptocurrency sebagai sil’ah (aset komoditi), dibolehkan jika: (a) memiliki nilai manfaat; (b) adanya aset penjamin (underlying asset), hal ini untuk menghindari gharar dan dharar. Adapun cryptocurrency yang tidak memiliki nilai manfaat/tidak memiliki aset penjamin (underlying asset), maka tidak dibolehkan menjadi sil’ah (aset komoditi), hal ini karena terdapat gharar (ketidakpastian, ketidakjelasan, spekulasi tinggi) dan dharar (potensi bahaya), jika tanpa aset penjamin (underlying asset).
URI: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/3546
Appears in Collections:Tesis S2 Hukum Ekonomi Syariah

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
218420325_Titiek Ulfiaty Ismail. L.pdf
  Restricted Access
218420325_Tesis2.97 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.