Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/3710
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorMuhammad Ulinnuha-
dc.contributor.advisorSamsul Ariyadi-
dc.contributor.authorMawaddah, 221411048-
dc.date.accessioned2024-07-27T06:38:40Z-
dc.date.available2024-07-27T06:38:40Z-
dc.date.issued2024-
dc.identifier.urihttp://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/3710-
dc.description.abstractKesaksian merupakan salah satu hubungan antar manusia yang dibahas dalam Al-Qur’an. Di antara yang menjadi perdebatan panjang terkait pemahaman dalam agama Islam ialah mengenai posisi laki-laki dan perempuan dalam kesaksian yang terdapat di dalam surah Al-Baqarah ayat 282. Sebagian ulama yang menafsirkan ayat ini secara tekstual dan normatif. Namun tidak sedikit para ulama yang menafsirkan ayat ini secara kontekstual temporal. Pada penelitian ini akan dipaparkan bagaimana penafsiran Ath-Thabari, Hamka, Quraish Shihab dan Kariman Hamzah terhadap kesaksian perempuan di dalam surah Al-Baqarah ayat 282 serta melakukan analisa perbandingan terhadap penafsiran tersebut dan menganalisa relevansinya terhadap hukum perdata dan pidana. Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif library research disertai analisa deskriptif-komparatif. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ialah kitab tafsir Jami‘ Al-Bayan fī Tafsir Al-Qur’an, Al-Azhar, Al-Mishbah dan Al-Lu’lu’ wa Al-Marjan, beserta sumber data sekunder lainnya. Hasil penelitiannya ialah Ath-Thabari cenderung menafsirkan ayat ini secara tekstual-normatif. Bahwasannya nilai kesaksian perempuan dan laki-laki berbanding 2:1 merupakan penafsiran yang bersifat qath’i. Sehingga ketentuan tersebut merupakan aturan yang mutlak, dan tidak ada kaitannya dengan konteks sosio-historis. Sedangkan Hamka, Quraish Shihab dan Kariman Hamzah memiliki penafsiran yang sama. Bahwa ayat ini harus ditinjau berdasarkan kondisi sosio-historis pada saat itu. Adanya perbandingan nilai kesaksian perempuan tersebut dikarenakan kondisi ketika para perempuan tidak terbiasa beraktifitas di ruang publik dan lebih banyak terlibat hanya pada urusan domestik. Adapun relevansinya terhadap hukum perdata, menurut Ath-Thabari, Hamka, Quraish Shihab dan Kariman Hamzah, kesaksian perempuan dapat diterima, sehingga tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama terkait hal tersebut. Akan tetapi menurut Ath-Thabari, nilai kesaksian perempuan dan laki-laki tetap bernilai 2:1, karena ketentuan tersebut bersifat qath’i. Sehingga apabila suatu saat para perempuan sudah banyak yang terlibat di ranah publik, maka hal ini tidak memengaruhi ketentuan tersebut. Karena hal tersebut bersifat normatif. Sedangkan Hamka, Quraish Shihab dan Kariman Hamzah menafsirkan bahwa jika kondisi pada saat ini berada posisi perempuan yang sudah banyak terlibat di ruang publik, maka nilai kesaksian perempuan dan laki-laki akan bernilai sama. Adapun dalam hukum pidana, secara garis besar tidak relevan dengan pendapat para ulama dan mufasir yang mengatakan bahwa kesaksian perempuan tidak dapat diterima. Karena di dalam hukum pidana tidak terdapat perbedaan mengenai kesaksian antara laki-laki dan perempuan. Kedua-duanya sah dan bernilai sama di mata hukum.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherProgram Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakartaen_US
dc.subjectKesaksian Perempuanen_US
dc.subjectTafsir Jami‘ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’anen_US
dc.subjectTafsir Al-Azharen_US
dc.subjectTafsir Al-Mishbāhen_US
dc.subjectTafsir Al-Lu’lu’ wa Al-Marjanen_US
dc.titleKesaksian Perempuan dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif Tafsir Jami‘ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an, Al-Azhar, Al-Mishbah dan Al-Lu’lu’ wa Al-Marjan)en_US
dc.typeTesisen_US
Appears in Collections:Tesis S2 Ilmu Al Quran dan Tafsir

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
221411048_Mawaddah.pdf
  Restricted Access
221411048_Tesis1.79 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.