Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/4428Full metadata record
| DC Field | Value | Language |
|---|---|---|
| dc.contributor.advisor | Sultan Antus Nasrudin Muhammad | - |
| dc.contributor.author | Nadiyah, 21111073 | - |
| dc.date.accessioned | 2025-11-27T05:36:36Z | - |
| dc.date.available | 2025-11-27T05:36:36Z | - |
| dc.date.issued | 2025 | - |
| dc.identifier.uri | https://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/4428 | - |
| dc.description.abstract | Inovasi dalam struktur Sukuk Negara adalah penggabungan akad bai‘ wafā’ dengan akad ijarah, yang dikenal sebagai bai‘ Istiglāl, meskipun mekanisme ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan transaksi modern, terdapat perdebatan di kalangan ulama mengenai keabsahan akad bai‘ wafā’ sebagai dasar dari bai‘ Istiglāl. Sebagian ulama mengharamkan bai‘ wafā’ karena dianggap bertentangan dengan prinsip jual beli murni dan memiliki kemiripan dengan praktik riba atau transaksi yang tidak jelas (garar). Sementara itu, ulama lain memperbolehkannya dengan alasan kebutuhan mendesak (ḍarūrah). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berupa studi teks dengan menganalisis buku, literatur, dan catatan terkait. Data primer berasal dari kitab-kitab empat Mazhab, seperti Hassiyah Rādd al-Mukhtar, Bulgah al-Ṣalik li Aqrab al-Masalik, al-Mugni li Ibni Qudamah, dan lain sebagainya, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, skripsi, tesis, dan disertasi. Hasil penelitian ini menunjukkan: Pertama, Sebab perbedaan pendapat ulama mengenai praktik bai‘ Istiglāl disebabkan karena tidak terdapat dalil eksplisit, perbedaan pendapat terkait unsur riba, jual beli bersyarat, serta kemiripannya dengan gadai. Berdasarkan prinsip kebolehan muamalah, keadilan, dan peniadaan muḍarat, bai‘ Istiglāl dapat dibolehkan selama memenuhi syarat sah akad. Kedua, pendapat yang paling kuat adalah pendapat ulama yang membolehkan bai‘ Istiglāl, dengan syarat akad dilakukan secara terpisah, jelas, dan bebas dari riba, garar, serta pengambilan harta secara batil. QS. Al-Baqarah ayat 275 dan 188 menjadi dasar normatif, didukung hadiṡ riwayat Ahmad yang memperkuat kebolehan, serta riwayat Abu Dawud sebagai peringatan kehati-hatian. Praktik ini dinilai sah secara syariat jika memenuhi prinsip transparansi, keriḍaan, dan keadilan, serta relevan dengan kebutuhan muamalah kontemporer. | en_US |
| dc.language.iso | id | en_US |
| dc.publisher | Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta | en_US |
| dc.subject | Bai Istiglal, , | en_US |
| dc.subject | Muamalah Kontemporer | en_US |
| dc.subject | Perbandingan Mazhab | en_US |
| dc.title | Analisis Perbandingan Pendapat Ulama Empat Mazhab Terhadap Bai Istiglal | en_US |
| dc.type | Skripsi | en_US |
| Appears in Collections: | Skripsi S1 Hukum Ekonomi Syariah | |
Files in This Item:
| File | Description | Size | Format | |
|---|---|---|---|---|
| 05-21111073.pdf Restricted Access | 2.97 MB | Adobe PDF | View/Open Request a copy | |
| 05-21111073_Publik.pdf Restricted Access | 1.41 MB | Adobe PDF | View/Open Request a copy |
Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.