Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/4548
Title: Makna Kata Istidraj Dalam Al-Quran: Analisis Perbandingan Semantik Toshihiko Izutsu (W. 1993 M) dan Semantik Zamakhsyari (W. 1114 M)
Authors: Priscilia Suci Aprianti, 20211473
Advisor: Ulin Nuha
Issue Date: 2025
Publisher: Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta
Abstract: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh bertujuan untuk mengkaji makna konsep istidraj dalam Al-Qur’an menggunakan pendekatan semantik Toshihiko Izutsu dan semantik Zamakhsyari. Istidraj merupakan fenomena teologis ketika seseorang diberikan kenikmatan duniawi secara terus-menerus oleh Allah SWT padahal ia dalam keadaan maksiat, yang sejatinya adalah bentuk jebakan spiritual menuju azab. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan library research. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer berupa buku Relasi tuhan dan manusia, karya Toshihiko Izutsu terjemahan, Buku God, Man, and Natute karya Ahmad Sahidah, Kitab Lisanul ‘Arab, dan kitab primer lainnya, serta data sekunder lainnya. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa Secara etimologis, kata istidrāj berasal dari akar kata daraja (ج ر د (yang memiliki makna dasar “naik bertahap”, “berpindah”, atau “melangkah selangkah demi selangkah”, dan dalam Al-Qur’an ditemukan sebanyak dua kali dalam bentuk sanastadrijuhum. Analisis sintagmatik menunjukkan keterkaitan istidrāj dengan istilah seperti kadzabū (pendustaan yang disertai penolakan kebenaran), kata min ḥaytsu lā ya‘lamūn (ketidaksadaran/jahālah), serta fadzarni (ancaman Allah terhadap pendusta wahyu). Analisis paradigmatik mengungkap sinonim istidrāj dengan konsep imlā’ (penundaan azab), makr (balasan makar Allah), kayd (rencana strategis Ilahi), dan khid‘ah (tipu daya), sedangkan antonimnya adalah taqwa, ni‘mah, dan taubat. Dari sisi sinkronik dan diakronik, istilah istidrāj mengalami pergeseran makna dari sekadar konsep linguistik Arab pra-Qur’anik menjadi konsep teologis khas Qur’an, dan pada periode pasca-Qur’anik dimatangkan melalui tafsir serta hadis. Secara weltanschauung, istidrāj mencerminkan pandangan dunia Qur’ani bahwa kelapangan rezeki, keberhasilan, dan kenikmatan duniawi bukan selalu tanda keberkahan, melainkan dapat berfungsi sebagai ujian sekaligus mekanisme penyesatan bertahap menuju azab. Menurut semantik Zamakhsyari, kata istidrāj memiliki makna pemberian atau kenikmatan dunia yang diberikan Allah secara bertahap kepada orang fasik atau pendosa, yang sesungguhnya merupakan tipu daya ilahiah untuk menjerumuskan mereka ke dalam kebinasaan. Kata ini menekankan aspek perlahan-lahan (step by step), di mana pelaku tidak menyadari bahwa kelapangan hidup yang dinikmatinya justru membawa pada hukuman akhir.
URI: https://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/4548
Appears in Collections:Skripsi S1 Ilmu Al-Quran dan Tafsir

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
38-20211473.pdf
  Restricted Access
1.78 MBAdobe PDFView/Open Request a copy
38-20211473_Publik.pdf
  Restricted Access
1.39 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.