Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/710
Full metadata record
DC Field | Value | Language |
---|---|---|
dc.contributor.advisor | Ali Mursyid | - |
dc.contributor.author | Wasilah Nur Kamilah, 13210558 | - |
dc.date.accessioned | 2020-06-30T07:36:41Z | - |
dc.date.available | 2020-06-30T07:36:41Z | - |
dc.date.issued | 2017 | - |
dc.identifier.uri | http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/710 | - |
dc.description.abstract | Pada zaman modern ini seringkali orang-orang mengagungkan nilainilai yang bersifat materi dan anti rohani, sehingga mengabaikan spiritualitas dalam diri mereka. Banyak orang-orang yang memamerkan apa saja yang dikerjakannya terutama soal ibadah, di dalam facebook, instagram, path, twitter, youtube dan lain-lain, misalnya saat ia mengerjakan shalat tahajud, ia menyebarkannya lewat media sosial dan seakan-akan ingin di pandang oleh orang banyak bahwa ia ahli ibadah. Padahal dalam kenyataan nya hal tersebut ditunjukkannya atas dasar kesombongan diri mereka. Dan orang yang bersikap tawâdhu’ sekarang ini menjadi langka dan mudah dikucilkan. Padahal apa yang dimilikinya itu adalah pemberian dari Allah SWT. Pada skripsi ini terdapat 2 pokok permasalahan, Pertama, Bagaimana pendapat Syekh Abdul Qâdir Al-Jailânî mengenai arti tawâdhu’, Kedua, Bagaimana persamaan dan perbedaan diantara para mufassir lain mengenai ayat-ayat tentang tawâdhu’. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif analisis, yaitu suatu pendekatan melalui pengumpulan data dan pendapat, kemudian diteliti dan ditelaah sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan. Menurut Syekh Abdul Qâdir Al-Jailânî Tawâdhu’ adalah meniscayakan pelakunya untuk memandang dirinya dengan pandangan minor (kecil) demi menghilangkan kecenderungan sombong dan angkuh. Sebaliknya, ia dituntut untuk memandang orang lain dengan pandangan apresiatif (penuh penghormatan) agar tidak ada hasrat untuk berbuat zalim (semena-mena) terhadap mereka. Kemudian tawâdhu’nya seorang hamba kepada Allah yaitu ketika seseorang mampu menentukan posisinya di hadapan keagungan Allah SWT, yaitu bahwa dirinya adalah nol dan tidak ada artinya di hadapan Dzat yang Maha Mutlak dan tak terbatas. | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.publisher | Institut Ilmu Al Quran (IIQ) Jakarta | en_US |
dc.subject | Tawâdhu | en_US |
dc.subject | tafsir Al-Jailânî | en_US |
dc.title | Tawâdhu’ dalam perspektif tafsir Al-Jailânî karya Syekh Abdul Qâdir al-Jailânî | en_US |
dc.type | Skripsi | en_US |
Appears in Collections: | Skripsi S1 Ilmu Al-Quran dan Tafsir |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
13210558.pdf Restricted Access | 5.18 MB | Adobe PDF | View/Open Request a copy | |
13210559_Publik.pdf Restricted Access | 1.8 MB | Adobe PDF | View/Open Request a copy |
Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.