Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2275
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorMursyidah Thahir-
dc.contributor.authorIIS Nursirrih, 992010104-
dc.date.accessioned2022-11-04T08:23:24Z-
dc.date.available2022-11-04T08:23:24Z-
dc.date.issued2005-
dc.identifier.urihttp://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2275-
dc.description.abstractAI-Quran sebagai sebuah kitab suci dan pedoman kaum muslimin. Sebagai petunjuk bagi manusia. AIQuran 1 dituntut untuk mampu mendampingi manusia dalam peradabannya. Setiap kali menerima wahyu, Rasulullah saw menyampaikan, Menerangkan dan menjelaskan isi Al-Quran. Jika ada di antara para sahabat yang berselisih atau tidak mengerti mengenai kandungan Al-Quran, mereka meminta petunjuk langsung kepada Rasulullah saw mengenai makna sebuah ayat Al-Quran sekaligus penjelasannya, sampai mereka dapat memahaminya dengan benar. Otoritas Rasulullah sebagai penafsir ayat-ayat Al-Quran telah mendapat legitimasi dari Al-Quran itu sendiri. 2 Rasulullah memang telah wafat, wahyu Al-Quran pun tidak lagi di turunkan. Sementara kehidupan para sahabatpun terus berJanjut dan melahirkan generasi baru yang terdoktrinasi untuk mengikuti pesan-pesan Al,-Ouran yang turunnya telah terhenti pada waktu yang semakin jauh meninggalkan mereka. Problem baru. kemudian muncul dalam rentang sejarah umat Islam. Lahirnya Syiah, Khawarij, dan Murjiah, selain implikasi tendensi politik, juga merupakan implikasi dari ketiadaan otoritas penafsir yang belum terpecahkan. 3Problem ini semakin parah ketika kekuasaan daulah umat Islam semakin luas, dan terjadi asimilasi dengan budaya bangsa lain, terutama tradisi rasionalitas yunani dan mistisitas Persia. Bi al ma 'tsurpun bukan lagi satu-satunya metode yang dapat digunakan dalam menafsirkan Al­Quran sebagai metode penafsiran. Bi al Ra 'yi muncul menjadi fenomena baru ketika itu. Kedua metode ini sangat paradoks pada awalnya, Bi al ma 'tsur mengharuskan adanya peran serta tradisi Rasulullah secara literal dalarn memahami Al-Quran. Metode lainnya menekankan intensitas yang tinggi bagi rasionalitas dalam proses penafsiran. Dalam kultur yang masih cukup kuat memelihara hegemoni dominan yang pada tahapan tertentu yang menjadikannya sebagai idiologi.4 Perseteruan antar metodologi menjadi maklum, karena idieologi disadari atau tidak banyak berperan dalam proses pemahaman manusia akan AI­Quran, terutama dalam memapankan sebuah metode oleh komunitas tertentuen_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherInstitut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakartaen_US
dc.subjectHermeneutikaen_US
dc.subjectMetodologi Tafisren_US
dc.subjectHassan Hanafien_US
dc.titleHermeneutika Sebagai Metodologi Tafsir Analisis Pemikiran Hassan Hanafien_US
dc.typeSkripsien_US
Appears in Collections:Skripsi S1 Ilmu Al-Quran dan Tafsir

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
IIS Nursirrih_FULL.pdf
  Restricted Access
5.71 MBAdobe PDFView/Open Request a copy
IIS Nursirrih_BAB 1 DAN 5.pdf
  Restricted Access
1.54 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.