Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2472
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorHamdani Anwar-
dc.contributor.advisorBadri Yatim-
dc.contributor.authorA. Mufakhir, 299410057-
dc.date.accessioned2022-12-07T04:31:58Z-
dc.date.available2022-12-07T04:31:58Z-
dc.date.issued2002-
dc.identifier.urihttp://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2472-
dc.description.abstractAyat-ayat kauniyah dalam al-Qur’an merupakan kajian yang sangat menarik untuk diteliti dan dipelajari. Corak penafsiran disebut dengan tafsir ilmiah (tafsir ilmi). Keberadaan tafsir ilmi banyak faktor yang membenarkannya dan ada pula yang menolak. Pendapat-pendapat ulama terhadap kajian tafsir ini sangat bervariasi, Imam al-Syathibi dan Syekh Amin al-Khauli mengungkapkan suatu hal, sehubungan dengan adanya ucapan Imam Al-Ghazali yang mengatakan bahwa “di dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat yang mengandung masalah-masalah ilmiah yang disajikan dalam bentuknya yang umum dan secara garis besar dan tidak berupa perincian soal atau Analisa”. Sebenarnya selain al-Ghazali banyak ulama-ulama terkemuka sesudahnya yang cenderung menafsirkan al-Qur’an dengan penafsiran ilmiah atau dengan kata lain mereka mendukung keberadaan tafsir ilmi. Abu al-kahir Abdullah bin Umar al-Baidhawi yang metode penalarannya diungkapkan secara logis dan penuh dengan logika. Nizam al-Din al-Qummi al-Naisaburi, gaya dan eksistensi tafsir ini sangat bagus, demikian juga ungkapan bhasa dan kata-katanya. Dab banyak lagi tokoh-tooh lainnya yang akan diuraikan pada bab berikutnya. Dengan demikian keberadaan tafsir ilmi telah melahirkan dua kubu pendapat-pendapat ulama atau telah terjadi kontroversial antar mereka. Metode pengumpulan data penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Dalam pemecahan masalah, metode pembahasan dan penyimpulan dilakukan dengan cara deskriptif serta menganalisa data dengan metode kualitatif dan komparatif. Hasil penelitian menguraikan bahwa Al-Qur’an adalah kitab hidayah yang memberikan petunjuk kepada manusia seluruhnya dalam persoalan-persoalan akidah, ibadah, muamalah, sejarah dan akhlak demi kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Memahami ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan penemuan-penemuan baru adalah ijtihad yang baik, selama paham tersebut tidak diyakini sebagai akidah qur’aniyah dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip atau ketentuan Bahasa. Meskipun telah terjadi perbedaan pendapat ulama terhadap kehadiran tafsir ilmi, namun kita dapat meyakini bahwa tiada pertentangan antara al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan, yang ada hanyalah perbedaan pemahaman dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Al-Qur’an menempati posisi yang demikian tinggi dalam keyakinan setiap muslim, ia merupakan satu-satunya kitab yang dapat dipercayai dan tidak mengalami perubahan sekecil apapun dan sampai kapanpun, selain itu al-Qur’an diyakini relevan terhadap perkembangan zaman, ia tidak pernah berbenturan dengan perkembangan ilmu, bahkan beberapa diantara ayat-ayatnya menjelaskan rahasia-rahasia ilmu pengetahuan, yang baru terbukti secara meyakinkan melalui penemuan-penemuan terkini. Sehingga oleh sebagian besar orang diyakini sebuah kitab ilmu pengetahuan, termasuk diantaranya Imam al-Ghazali yang mengatakan bahwa al-Qur’an memuat seluruh ilmu pengetahuan. Dalam menyikapi keberadaan tafsir ‘ilmi para ulama mempunyai dua pandangan. Ulama yang menyetujui bahwa al-Qur’an mencakup seluruh bentuk pengetahuan, , dengan demikian ia mencakup unsur-unsur dasar seluruh ilmu ke alaman dan bagi yang tidak menyetujui beranggapan bahwa al-Qur’an itu semata-mata kitab petunjuk dan di dalamnya tidak ada tempat bagi ilmu ke alaman. Nabi, sahabat dan orang-orang setelahnya yaitu tabi’in yang tergolong salaf al-shalih tidak pernah membicarakan sesuatu yang dibicarakan oleh mereka para mufassir ilmiah. Dari dua sikap yang kontroversial ini, penulis berpendapat bahwa bagi orang yang hendak menafsirkan al-Qur’an, hendaklah ia memperhatikan Batasan-batasan dengan tendensi keilmiahannya yaitu pertama, berpegang kepada realitas bukan prediksi. Meskipun disadari bahwa sikap ilmu pengetahuan tidak ada yang konstan, sebab banyak permasalahan ilmiah yang ditemukan pada satu waktu dan berjalan berabad-abad sehingga sampai pada tingkatan disakralkan. Kedua, menghindari pemaksaan interpretasi terhadap teks-teks al-Qur’an, dengan pengertian, biarkan al-Qur’an berbicara menurut alurnya sesuai dengan ikatan nash dan redaksinya. Ayat-ayat yang sama sekali tidak mendukung pernyataan penafsir, tidak boleh disetir lalu dibelokkan sesuai dengan keinginannya. Ketiga, menghindarkan diri dari mengklaim bahwa penafsiran yang dilakukannya merupakan penafsiran final, sehingga menganggap penafsiran terdahulu merupakan penafsiran yang keliru.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherProgram Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakartaen_US
dc.subjectTafsir ‘Ilmien_US
dc.subjectPendapat Ulamaen_US
dc.titleKajian Tafsir ‘Ilmi (Studi Kritis Terhadap Pendapat Ulama)en_US
dc.typeTesisen_US
Appears in Collections:Tesis S2 Ilmu Al Quran dan Tafsir

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
299410057-A. Mufakhir.pdf
  Restricted Access
299410057-Tesis10.18 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.