Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2483
Title: Ahl Al-Kitab dalam Perspektif Al-Qur’an
Authors: Muhammad Salbini, 298410010
Advisor: Ahsin Sakho Muhammad
Ali Musthafa Ya'qub
Issue Date: 2003
Publisher: Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta
Abstract: Al-Qur’an sebagai kitab Allah yang memuat wahyu-wahyunya yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW diakui oleh umat islam dan beberapa kalangan umat non-islam sebagai dokumen suci yang tetap bisa dipertanggung jawabkan otentisitasnya secara ilmiah. Oleh karena Al-Qur’an merupakan suatu kitab suci yang memuat berbagai aspek disiplin bagi kehidupan manusia, banyak dijumpai didalamnya ajaran-ajaran yang tidak hanya mementingkan kehidupan keagamaan dan menekankan eksklusivitas umat islam saja, melainkan ia juga menyinggung beberapa ajaran yang telah ada dan pernah dijalankan oleh umat sebelumnya seperti yahudi dan nasrani. Salah satu aspek kandungan Al-Qur’an yang menyebutnya keterkaitan ajaran islam dengan agama-agama tauhid sebelumnya adalah adanya beberapa ayat yang secara eksklusif menyebutkan tema Ahl al-Kitab. Secara umum, kaum yahudi dan Nasrani adalah komunitas yang di kitab al-Qur’an sebagai Ahl-Kitab. Dua komunitas tersebut diketahui mempunyai persambungan akidah dengan umat islam. Bahkan lebih jauh sendiri bahwa al-Qur’an dating untuk memberikan pembenaran terhadap ajaran taurat dan injil serta mengoreksi Sebagian lainnya. Pengakuan Al-Qur’an terhadap eksistensi Ahl al-Kitab mempunyai implikasi yang sangat besar terhadap dinamika pluralisme umat beragama. Karena dari pengakuan tersebut lahir sebuah pemikiran (konsepsi) toleransi beragama diantara umat-umat yang mempunyai keyakinan berbeda. Sehubungan dengan hal itu, Nurcholish Madjid mengatakan dampak sosio-keagamaan dan sosio kultural konsep itu sungguh luar biasa, sehingga islam benar-benar merupakan ajaran yang pertama kali memperkenalkan pandangan tentang toleransi dan kebebasan beragama kepada umat manusia. Berdasarkan anjuran toleransi tersebut, diantara umat islam, yahudi dan Nasrani diusahakan oleh nabi, kehidupan yang harmonis dan interaktif melalui deklarasi monumental, piagam Madinah dimana yahudi dan Nasrani diakomodasi dalam sebuah bentuk kehidupan masyarakat majemuk yang bersifat konfideratif. Kontak tersebut baru intensif Ketika nabi Muhammad dan umat Islam hijrah ke Madinah, yaitu Ketika beliau mengadakan kesepakatan bersama dengan orang-orang yahudi (piagam Madinah) untuk membangun kota Madinah secara bersama-sama dan hidup berdampingan secara damai dengan saling menghormati keyakinan masing-masing. Pada era sekarang ini, pada saat umat beragama dihadapi kepada persoalan pluralitas yang semakin komplek, wacana Ahl al-Kitab menjadi sebuah topik pembicaraan di kalangan umat islam. Persoalan tersebut tetap penting bagi mereka karena dalam ajaran islam sebagaimana diisyaratkan Al-Qur’an dan sunnah telah menimbulkan sikap yang beragama di kalangan umat islam dalam merespon masalah tersebut. Dalam Al-Qur’an diungkapkan ada beberapa macam keyakinan/agama yang dianut oleh ummat manusia di dunia, yaitu: kelompok orang-orang yang beriman, kelompok orang-orang yahudi, kelompok orang-orang Nasrani, kelompok orang-orang sabi’in, golongan majusi dan golongan musyrikin. Ahl al-Kitab adalah term yang ditunjukkan oleh al-Qur’an untuk menunjuk kepada komunitas yahudi dan nashrani. Meskipun al-Qur’an terkadang menyebut secara khusus term yahudi dan nashrani dengan konteks yang berbeda. Ketika menyebut kata al-Yahud, maka redaksi ayat-ayat tersebut memiliki kesan atau kecenderungan mengecam mereka dan gambaran negative mereka (al-Baqarah [2]:120). Dalam penggunaan term Nasara, al-Qur’an menyebutnya sebagai komunitas yang punya rasa simpatik dan persahabatan terkadang pula memiliki kesan pujian dan konteks positif (Al-Maidah [5]:82). Ketika menyebut term Ahl al-Kitab, maka kesan redaksinya adalah kesan teologis dan bukan etnis. Terdapat penggunaan term-term lain untuk menunjuk komunitas yahudi dan Nashara atau Ahl al-Kitab, yaitu: al-Lazina Hadu, al-Lazina Utu al-Kitab, al-Lazina utu Nasiban min al-Kitab, dan Bani Israil. Term al-Lazina Hadu yang terdapat di al-Qur’an al Hadis kesan yang ditangkap dari redaksinya, terkadang mengarah kepada konteks kecaman (al-Nisa [4]:46), terkadang positif dan terkadang pula netral (al-Hajj [22]:17) dan yang lainnya ada kesan yang didapat adalah kesan negative dan kecaman, terkadang pula ajakan dan anjuran. Perdebatan antara memasukkan Ahl al-Kitab ke dalam kafir atau musyrik, maka sebenarnya kedua kalimat tersebut tidaklah ada yang berbeda secara substansinya, karena kedua-duanya baik kafir ataupun syirk adalah bentuk kekufuran, bahkan al-Qur’an telah memasukan mereka ke dalam 3 kategori golongan yaitu kelompok kafirin, kelompok musyrikin dan orang-orang yang merugi. Al-Qur’an mengurai bentuk-bentuk pembangkangan dan pengingkaran yang dilakukan oleh Ahl al-Kitab, misalnya: sikap permusuhan baik terhadap sesame Ahl al-Kitab maupun kepada ummat islam, sikap melampaui batas, sikap berlebih-lebihan, suka mengaburkan ajaran islam, memusuhi para nabi dan rasul terutama mengingkari kenabian Muhammad saw, mengingkari al-Qur’an, menyelewengkan dan melakukan tahrif terhadap ajaran dan kitab sucinya dan sikap suka mencampur adukkan antara yang hak dan yang batil. Dalam melakukan hubungan sosial, mesti tidak secara tegas ada larangan, namun al-Qur’an memberikan peringatan dan kewaspadaan akan sikap licik dan kedengkian orang-orang yahudi dan Nasrani kepada kaum muslimin. Ada pendapat ulama yang secara tegas menyatakan ucapan salam dari mereka tidak perlu dijawab. Sedang ulama yang lain ada yang membolehkan meski dengan berbagai pendapatnya, misalnya cukup saja menjawab dengan wa’alaikum dan lain sebagainya. Pernikahan merupakan lembaga penting menuju keluarga Sakinah, mawaddah wa rahmat, maka al-Qur’an dan al-hadis banyak memberikan petunjuk dan arahan menuju tercapainya keluarga yang sejahtera lagi penuh mardhotillah. Ayat mengenai pernikahan seorang muslim dengan Ahl al-Kitab mendapat perhatian khusus dalam al-Qur’an. Prinsipnya al-Qur’an melarang pernikahan yang dilakukan antara muslim/Muslimah dengan pria/Wanita Ahl al-Kitab. Mengenai kepemimpinan, al-Qur’an secara gambling memperingatkan kaum muslimin agar tidak menjadikan Ahl al-Kitab sebagai pelindung dan pemimpin. Allah mengancam kaum muslimin yang menjadikan Ahl al-Kitab sebagai pemimpin mereka dengan ancaman bahwa Allah tidak bertanggung jawab atas akibat perbuatan itu.
URI: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2483
Appears in Collections:Tesis S2 Ilmu Al Quran dan Tafsir

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
298410010-Muhammad Salbini.pdf
  Restricted Access
298410010-Tesis15.99 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.