Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2487
Full metadata record
DC Field | Value | Language |
---|---|---|
dc.contributor.advisor | Ahsin Sakho Muhammad | - |
dc.contributor.advisor | Ali Musthafa Ya'qub | - |
dc.contributor.author | Asrofi, 298410031 | - |
dc.date.accessioned | 2022-12-17T08:58:06Z | - |
dc.date.available | 2022-12-17T08:58:06Z | - |
dc.date.issued | 2003 | - |
dc.identifier.uri | http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2487 | - |
dc.description.abstract | Sejak abad ketujuh masehi hingga sekarang, orang-orang barat yang kemudian dikenal dengan orientalis telah giat mengkaji islam dan dunia islam. Kajian mereka dilandasi berbagai motivasi, salah satunya seperti disinyalir para penulis muslim untuk menyerang islam. Kerananya, tidak heran apabila hasil kajian mereka banyak yang bertentangan dengan pendapat yang telah mapan di kalangan umat islam. Dalam kajian hadis, hasil kajian mereka sangat menyakitkan hati setiap muslim yang saleh, bahwa hadis-hadis nabi oleh para ulama dianggap otentik (sahih), sebagaimana tercantum dalam kitab-kitab koleksi hadis kenamaan seperti sahih al-bukhari dan sahih muslim, dianggap sekedar hasil rekayasa para ulama sekitar akhir abad kedua dan awal abad ketiga hijriah. Melalui penelitian terhadap karya-karya orientalis mengenai otentisitas hadis, telah teridentifikasi pandangan-pandangan mereka dalam bahasan yang lebih spesifik juga merupakan faktor-faktor penting dan signifikan yang turut andil membentuk kesimpulan bahwa hadis nabi tidak otentik. Bagi orientalis, sunnah sebenarnya adalah hal-hal kebiasaan atau hal-hal yang menjadi tradisi, yang dapat merujuk kepada siapa saja termasuk nabi saw, sahabat, sekelompok orang tapi kemudian oleh generasi terkemudian diubah menjadi istilah sunnah nabi saja dan muncul dalam bentuk catatan-catatan hadis. Karenanya, orientalis berpandangan bahwa apa yang disebut hadis itu sebenarnya hanya sekedar karya generasi belakangan yang diklaim bersal dari nabi. Memperkuat kesimpulan ini, joseph Schacht berpendapat bahwa laporan mengenai pentingnya penggunaan sanad pada waktu terjadinya fitnah bertentangan dengan fakta sejarah. Dalam menaggapi pandangan para orientalis, para ulama merujuk pada al-Qur’an dan hadis. Dalam hal konsep sunnah, misalnya, ulama meganggap bahwa sunnah benar-benar bersumber dari nabi, berdasarkan dalil-dalil yang ada baik dalam al-Qur’an maupun sunnah itu sendiri. Dalam kajian hadis, sunnah identik dengan hadis. Sunnah atau hadis itu sampai kepada kita melalui para periwayat yang telah diteliti kredibilitasnnya. Karenanya, menurut Azami, system isnad sebenarnya sudah ada pada masa nabi saw. Perkembangannya dimulai dari para sahabat yang meriwayatkan hadis nabi setiap bertemu satu sama lain. Azami juga membantah pandangan-pandangan para orientalis, terutama tuduhan Schacht mengenai adanya perekayasaan sanad. Secara meyakinkan, azami setelah meneliti naskah-naskah hadis klasik, berkesimpulan bahwa sangat mustahil untuk ukuran situasi dan kondisi pada saat itu para periwayat pernah berkumpul untuk membuat hadis palsu sehingga redaksinya sama, padahal domisili mereka terpencar-pencar dan saling berjauhan. Demikian, menurut Azami, hadis hukum oleh Schacht disebut telah direkayasa para ahli hadis, pada dasarnya tidak ada hubungannya dengan hadis nabi atau sumber (otoritas) lainnya, tetapi hanya sekedar keputusan (fatwa) ulama. Dari perbandingan dan analisis terhadap pandangan kedua belah pihak, dapat dilihat perbedaan yang mendasar antara keduanya. Perbedaan pertama terletak pada interpretasi terhadap konsep sunnah dan awal penggunaan sanad. Interpretasi yang dilakukan para orientalis terlepas dari apapun motif mereka mendukung, kesimpulan bahwa hadis yang ada tidak otentik. Sedangkan interpretasi yang dilakukan para ulama mendukung keyakinan akan eksistensi dan otentisitas hadis. Perbedaan kedua terletak pada metodologi yang mereka pergunakan. Orientalis menggunakan sumber-sumber yang menguntungkan tuduhan mereka seperti, menggunakan kitab-kitab sirah dan fiqh dalam meneliti hadis, sedangkan para ulama menolaknya. Orientalis juga menggunakan kritik matan yang sama sekali berbeda dengan yang digunakan oleh para ulama yaitu dengan menggunakan latar belakang sosial-politik pada masa hadis-hadis diedarkan. Tidak diragukan lagi bahwa argument-argumen yang dipakai para ulama lebih kuat dari pada yang dipakai oleh para orientalis. Hal ini terutama karena para ulama menggunakan dalil-dalil baik al-Qur’an maupun hadis, disamping menggunakan dalil akal, sedangkan para orientalis tidak terikat dengan dalil-dalil selain akal. | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.publisher | Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta | en_US |
dc.subject | Orientalis | en_US |
dc.subject | Kajian Hadis | en_US |
dc.title | Orientalis dan Kajian Hadis (Pandangan Barat Terhadap Otentisitas Hadis) | en_US |
dc.type | Tesis | en_US |
Appears in Collections: | Tesis S2 Ilmu Al Quran dan Tafsir |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
298410031-Asrofi.pdf Restricted Access | 298410031-Tesis | 11.4 MB | Adobe PDF | View/Open Request a copy |
Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.