Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2618
Title: Franchise Fee Dan Royalty Fee Dalam Waralaba Menurut Tinjauan Fiqih Muamalat (Studi Pada Pecel Lele Lela Jakarta)
Authors: Khainm Amala, 07110469
Advisor: Hendra Kholid
Issue Date: 2012
Publisher: Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta
Abstract: Sejak tahun 1990-an, dunia bisnis Indonesia mulai marak dengan pola waralaba, baik perusabaan lokal maupun asing. Terbukti, dalam kurun waktu lima tahun terakhir banyak pegusaha lokal dan asing yang mewaralabakan usahanya Sektor bisnis yang diwaralabakan antaranya; mini market/retail, makanan, restoran, salon, pendidikan, kerajinan, garmen, jewelery, laundry, hiburan dan sebagainya. Lebih lanjut, bagi masyarakat indonesia yang mayoritas beragama Islam tentu terbesit pertanyaan status hukum bisnis waralaba ditinjau dari hukum Islam. Oleh karena itu penulis merasa perlu untuk meneliti bagaimana bisnis waralaba terutama terkait dengan franchise fee dan royalty fee menurut jangkauan Fiqih Muamalat. Dalam penelitian ini restoran Pecel Lele Lela menjadi objek penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskritif analitis dengan menggunakan data yang diri dari data kualitatif dan kuantitatif. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kepustakaan, internet, wawancara dan penyebaran kuesioner. Oleh karenanya penelitian ini termasuk jenis penelitian gabungan antara penelitian lapangan (field research) dengan penelitian kepustakaan (library reaserach). Basil penelitian menunjukan, pertama, sistem pembayaran franchise fee yang erapkan Pecel Lele Lela adalah pembayaran sebesar Rp. 75.000.000 untuk pembayaran md dan sistem dalam jangka waktu 4 tahun, total investasinya kisaran Rp. 400.000.000- . 700.000.000. Adapun sistem pembagian Royalty fee-nya adalah terwaralaba harus mbayar royalty fee sebesar 3,5% dari omset . Kedua, sistemfranchisefee yang diterapkan oleh Pecel Lele Lela ditinjau dari prinsip 1dilan kerjasama dalam Islam maka masih belum adil karena pihak terwaralaba terdzalimi. (tanya pewaralaba mengambil keuntungan dari terwaralaba terlebih dahulu padahal usaha um berjalan dan .belum memberi keuntungan bagi tervaralaba. Terwaralaba diharuskan mbayar pengadaan barang dan renovasi gedung sehingga pewaralaba mengambil keuntungan terlebih dahulu dari pembayaran franchise fee . Adapun pembagian royalty fee masih belum adil karena franchisee diharuskan membayar royalty fee sebesar 3,5% dari omset penjualan padahal belum jelas keuntunganya. Faktanya ketika ada kenaikan bahan baku, sementara harga penjualan tetap, jelas merugikan pihak terwaralaba. Ketiga, hasil survei tentang pembayaran franchise fee menunjukan 20% responden njawab kurang adil dan 80% responden menjawab sudah adil. Kurang adil karena tidak sesuai harapan dan sudah adil karena sudah sesuai dengan harapan. Lebih lanjut tentang nbagian royalty fee 75% responden merasa sudah adil dan 25% responden merasa kurang . Royalty fee dinilai adil karena tidak memberatkan sementara yang menjawab kurang adil ena kurang setuju jika royalty fee dari omset.
URI: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2618
Appears in Collections:Skripsi S1 Hukum Ekonomi Syariah

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Khairun Amala_FULL.pdf
  Restricted Access
9.81 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.