Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2697
Title: Tinjauan Hukum Islam Dan Undang­Undang Nomor 2 Tahun 2012 Atas Hak Penyewa Bangunan Yang Berdiri Di Atas Tanah Yang Akan Diambil Alih Oleh Pemerintah
Authors: Siti Latifah, 11110606
Advisor: M. Nuzul Wibawa
Issue Date: 2016
Publisher: Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta
Abstract: Pada hari Rabu Tanggal 7 November Tahun 2012, ketika siang hari terjadi kericuhan penggusuran rumah di Rt. 09 Rw. 19 Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Selain satu keluarga yang tinggal di dalam rumah tersebut terdapat penyewa kamar kost yang merasakan kerugian akan penggusuran Pemerintah. Pemerintah belum memberi ganti rugi sesuai kesepakatan antara pemilik bangunan dan Pemerintah. Sehingga menimbulkan pertanyaan bagaimana ketentuan sewa-menyewa rumah menurut Undang-Undang?, bagaimana ketentuan pembebasan lahan oleh Pemerintah? dan apa hak penyewa bangunan yang berdiri di atas tanah yang akan diambil alih oleh Pemerintah? Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Tujuannya agar penulis lebih mengembangkan aspek-aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis dari hak penyewa bangunan yang berdiri di atas tanah yang akan diambil alih oleh Pemerintah pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Fiqh Muamalah. Hak ganti rugi pada KUH Perdata pasal 1365 menjelaskan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Hak ganti rugi pada Undang-UndangNomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum, adanya ketidakjelasan akan ganti rugi yang diberikan kepada hak penyewa yang menyewa sebuah rumah yang akan di ambil alih oleh Pemerintah. Dalam fiqh muamalah ganti rugi hukumnya wajib diberikan kepada orang yang dirugikan. berdasarkan Surah Ash-Shu' ara [26] 183 yang berbunyi: "Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan" (QS: Ash- shu'ara [26]: 183). Ayat diatas menjelaskan bahwa penyewa berhak mendapatkan · gantirugi karena adanya penggusuran Pemerintah. Ketentuan sewa menyewa rumah harus sesuai dengan perikatan yang diperjanjikan antara pemilik rumah dan penyewa rumah. Perjanjian tersebut harus sesuai dengan KUH Perdata pasal 1320 yang menjelaskan tentang perikatan. Ketentuan Sewa menyewa rumah juga diatur pada KUH Perdata Bab VII tentang Sewa Menyewa.Adapun ketentuan pembebasan lahan oleh Pemerintah harus sesuai dengan pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untu¼: Pembangunan Bagi Kepentingan Umum. Pasal tersebut menjelaskan langkah-langkah dalam pembebasan lahan yang meliputi: pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan awal lokasi rencana pembangunan dan konsultasi publik rencana pembangunan. Pembebasan lahan pun telah dijelaskan secara singkat dalam Fatwa MUI No. 8/Munas VII/MUI/12/2005 point 1 yang berbunyi: "Hak milik pribadi wajib dilindungi oleh Negara/ Pemerintah dan dijamin hak­haknya secara penuh. Tidak seorang pun termasuk Pemerintah boleh mengurangi, mempersempit atau membatasinya. Pemiliknya berkuasa atas hak miliknya dan berhak mempergunakan atau memanfaatkannya dalam batas-batas yang dibenarkan oleh Syara'/hukum Islam". Pada Fatwa MUI No. 8/Munas VII/MUI/12/2005 tidak dijelaskan secara detail tentang ketentuan-ketentuan dalam pembebasan lahan. Sedangkan pada pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum dijelaskan secara jelas. Dalam hal hak penyewa bangunan yang berdiri di atas tanah yang akan diambil alih oleh Pemerintah yakni pemilik sewa mendapatkan ganti rugi sesuai dengan pasal 41 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum. Pada pasal 1576 KUH Perdata menjelaskan bahwa dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya, tidaklah diputuskan kecuali apabila ini telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang. Jika ada suatu perjanjian yang demikian, si penyewa tidak berhak menuntut suatu ganti-rugi apabila tidak ada suatu janji seperti tersebut belakangan ini, ia tidak diwajibkan mengosongkan barang yang disewa, selama ganti-rugi yang terutang belum lunas.Dari hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa penyewa mendapatkan ganti rugi dari pemilik rumah. Sedangkan penyewa tidak mendapatkan ganti rugi dari Pemerintah. Hak penyewa mendapatkan ganti rugi sejalan dengan KUH Perdata dan fiqh muamalah namun bertentangan dengan Undang-Undang.
URI: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2697
Appears in Collections:Skripsi S1 Hukum Ekonomi Syariah

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Siti Latifah_FULL.pdf
  Restricted Access
8.62 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.