Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/284
Full metadata record
DC Field | Value | Language |
---|---|---|
dc.contributor.advisor | Jaih Mubarok | - |
dc.contributor.advisor | Romlah Widayati | - |
dc.contributor.author | Fauzan Sugiyono, 211610106 | - |
dc.date.accessioned | 2019-11-21T04:53:00Z | - |
dc.date.available | 2019-11-21T04:53:00Z | - |
dc.date.issued | 2016 | - |
dc.identifier.uri | http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/284 | - |
dc.description.abstract | Anak yang terlahir dalam pernikahan yang sah baik secara hukum dan agama Islam akan mendapat hak yang sesuai untuk pemenuhan kebutuhannya, akan tetapi anak yang terlahir akibat dari pernikahan yang cacat, baik secara hukum maupun agama, biasanya banyak menuai konflik dan permasalahan di kemudian hari, baik terkait harta warisan, perwalian, nasab dan hak-hak sebagai warga negara. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 46/PUU-VIII/2010 tentang pengakuan keperdataan anak luar kawin dengan bapaknya, yang seharusnya dengan ibu, menuai beragam persepsi dan konsekuensi hukum Diantaranya pengakuan akan anak hasil zina dan sejenisnya, dapat menuntut hak yang sama seperti anak sah secara hukum negara. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh M. Anshary, dalam bukunya yang berjudul “Kedudukan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Nasional” namun kajiannya masih bersifat umum dan terlalu kental dengan paradigma hukum nasionalnya dibanding hukum islam, sedikit sekali mencantumkan literatur yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah yang merupakan rujukan utama hukum islam, penulis sedkit sekali mendapatkan kajian bagaimana pandangan islam terutama fikih terkait masalah anak, sehingga penulis mengacu kepada fatwa Majelis Ulama Indonesia terkait status hukum anak tersebut. disamping itu Putusan Mahkamah Konstitusi terkait permasalahan tersebut bisa menjadi pintu untuk pengakuan anak zina disatu sisi, namun tinjauan dari Majelis Ulama Indonesia yang tegas menolak anak hasil zina. Meski sebenarnya Majelis Ulama Indonesia tidak menafikan, bahwa ayah biologis tetap bertanggung jawab dan menunaikan kewajibannya. Penulis melakukan kajian terkait permasalahan dalam beberapa literatur fikih klasik yaitu Kitab Bidâyat al-Mujtahid wa Nihâyat al-Muqtashid karya Ibnu Rusyd. Dalam kitab ini beliau menyinggung tentang permasalahan dalam pembahasan terkait pengakuan anak secara komprehensif.. Sementara itu Syekh Wahbah az Zuhaili dalam kitabnya al-Fikhul Islâmi wa Adillatuhu menyebutkan bab khusus tentang al-Ahwâl a-s-Syakhsiyah, yang terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu: bab tentang perwalian, bab tentang keluarga secara umum yang terdiri dari hukum keluarga, perceraian, mahar, nafkah dan lain-lain. Serta bab ketiga tentang hukum harta keluarga berupa warisan dan wasiat. | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.publisher | Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta | en_US |
dc.title | Hukum Anak Dari Pernikahan Yang Tidak Tercatat Pada Kantor Urusan Agama Dan Implikasinya | en_US |
dc.title.alternative | Tinjauan Putusan Mahkamah Konstitusi Dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia | en_US |
dc.type | Tesis | en_US |
Appears in Collections: | Tesis S2 Hukum Ekonomi Syariah |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
FAUZAN SUGIYONO (211610106).pdf Restricted Access | Tesis-211610106 | 4.17 MB | Adobe PDF | View/Open Request a copy |
Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.