Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/3814
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorSofian Effendi-
dc.contributor.authorShofi Nurul ‘Izzati, 20211500-
dc.date.accessioned2024-10-28T05:09:48Z-
dc.date.available2024-10-28T05:09:48Z-
dc.date.issued2024-
dc.identifier.urihttp://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/3814-
dc.description.abstractDewasa ini, perbincangan mengenai demokrasi di Indonesia tampaknya masih menjadi topik yang belum selesai. Sebagian menganggap demokrasi boleh diadopsi, sementara sebagian yang lain menolaknya secara mentah-mentah. Adapun Buya Hamka termasuk salah satu tokoh yang menengahi kedua pendapat tersebut dengan menggagas sebuah konsep cemerlang yang ia namai dengan “Demokrasi Takwa”. Adapun tujuan penelitian ini di antaranya yaitu pertama untuk menganalisis penafsiran Hamka terkait Demokrasi Takwa dalam tafsirnya, Tafsir Al-Azhar dan argumentasinya dalam karya-karyanya yang lain. Kemudian, kedua untuk meninjau relevansi penafsiran Hamka terkait Demokrasi Takwa dalam konteks masa kini dengan menggunakan teori relevansi Sperber dan Wilson. Sementara, perbedaan penelitian penulis dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu penelitian lalu mengenai konsep Demokrasi Takwa cenderung lebih umum, sebab kebanyakan mengambil pemikiran Hamka dari karya-karya selain Tafsir Al-Azhar, dan pembahasannya jauh lebih luas, sedangkan penelitian yang penulis lakukan cenderung memberikan fokus kepada pemikiran Hamka terkait konsepnya tersebut di dalam Tafsir Al-Azhar, sehingga dapat dilihat sejauh mana pemikirannya terkait konsep ini di dalam tafsirnya. Adapun jenis penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kepustakaan, sedangkan metode yang digunakan adalah kualitatif dan bersifat deskriptif-analitik. Teknik yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini adalah menggunakan teknik dokumentasi. Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan politik-historis. Berikut merupakan hasil penelitian sekaligus kesimpulan daripada penelitian ini, di antaranya yaitu pertama, Hamka mengartikan kata “khalīfah” sebagai “pengganti”, namun bukan pengganti daripada kedudukan Allah itu sendiri, melainkan seseorang yang diangkat sebagai pemimpin disertai dengan perintah-perintah tertentu. Pada hakikatnya, setiap manusia itu derajatnya sama serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Dengan demikian, seorang pemimpin tidak boleh merasa unggul dan sewenang-wenang terhadap rakyat yang dipimpinnya. Kedua, Hamka menegaskan bahwasannya inti dari kehidupan bermasyarakat adalah syūrā. Hendaknya umat muslim senantiasa menyelesaikan urusan bersama mereka dengan syūrā sesuai dengan cara pelaksanaan yang berdasar situasi dan kondisi masing-masing tempat. Ketiga, takwa merupakan kunci utama yang berperan sebagai pembeda antara konsep Demokrasi Takwa dengan Demokrasi Barat. Takwa berperan penting dalam menentukan segala urusan, misalnya keputusan musyawarah dan dalam hal menjalankan pemerintahanen_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherInstitut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakartaen_US
dc.subjectDemokrasien_US
dc.subjectTakwaen_US
dc.subjectKhalīfahen_US
dc.subjectSyūrāen_US
dc.titleKonsep Demokrasi Takwa Dalam Tafsir Al-Azhar Karya Hamka (w. 1981 M)en_US
dc.typeSkripsien_US
Appears in Collections:Skripsi S1 Ilmu Al-Quran dan Tafsir

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
17-20211500.pdf
  Restricted Access
2.55 MBAdobe PDFView/Open Request a copy
17-20211500_Publik.pdf
  Restricted Access
1.44 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.