Peran Perempuan dalam Pengajaran Ragam Ilmu Qira’at Al-Qur’an di Indonesia (Studi Analisis Penyebaran Ilmu Qira’at Al-Qur’an oleh Para Perempuan)

Abstract

Peran perempuan dalam perkembangan ilmu qira’at di Indonesia adalah sangat besar, terbukti dengan hadirnya para tokoh perempuan yang berkiprah dalam pengajaran Ilmu Al-Qur’an dan Ilmu Qira’at sehingga banyak lahir para huffaz dan ahli qira’at Al-Qur’an Para tokoh perempuan ini berkiprah di berbagai lembaga baik yang formal maupun non formal, seperti pada Perguruan Tinggi, Halaqah/Daurah maupun Pesantren dalam rangka mengembangkan Ilmu Qira’at Al-Qur’an. Dari masa turunnya Al-Qur’an di masa Nabi Muhammad Saw. berlanjut pada masa Sahabat, Tabi’in, Tabiut Tabi’in dan sampai pada Ulama berikutnya, ilmu qira’at Al-Qur’an terus dikembangkan, diajarkan dari generasi ke generasi. Sejarah perkembangan ilmu qira’at sesungguhnya telah dimulai pada masa Nabi Muhammad Saw. dengan hadirnya Sayyidah Aisyah binti Abu Bakar. Sayyidah Aisyah adalah perempuan pertama yang menjadi perawi Hadis Nabi Muhammad Saw. dan yang pertama kali mengembangkan ilmu qira’at. Sayyidah Aisyah dikenal sebagai perempuan cerdas yang sangat diperhitungkan baik dari segi kualitasnya dan kuantitasnya. Pada kenyataannya dalam sejarah, dalam perkembangan ilmu qira’at di dunia Islam, lebih masyhur didominasi oleh para Ulama Laki-laki. Ulama-Ulama perempuan dalam bidang ilmu qira’at tidaklah terlalu terekspos. Keberadaan Sayyidah Aisyah sebagai perempuan yang mempunyai peran besar dalam pengembangan ilmu qira’at menjadi tolak ukur bagi perempuan-perempuan setelah Saidah Aisyah yang juga punya peran besar dalam pengembangan ilmu qira’at, seperti misalnya Hafsah binti Sirin (l. 31 H.) seorang perempuan yang namanya masih begitu asing tapi keilmuan yang dimilikinya akan membuat orang menjadi kagum. Bagaimana tidak, Hafsah sudah menghafal Al-Qur’an pada usia 12 tahun. Seorang ilmuwan perempuan dari kalangan tabi’in yang mengajar ilmu qira’at untuk laki-laki dan perempuan. Perempuan lainnya adalah Ummu Saad, perempuan dhorirah, pencetak generasi qur’ani. Perempuan yang cukup ulet menghafal Al-Qur’an dan mendalami ilmu qira’at, yang pada saat itu dianggap sangat rumit, Beliau termasuk perempuan dari sebagian kecil perempuan lainnya yang mempunyai hafalan yang kuat dan sanad yang tinggi bahkan seorang perempuan yang buta matanya sejak masih kecil. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana peran para pengajar perempuan dalam perkembangan ilmu qira’at di Indonesia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan mengangkat para pengajar perempuan yang mempunyai peran besar dalam perkembangan ilmu qira’at khususnya di Indonesia. Penelitian akan menggunakan pendekatan quisioner kepada para pengajar ragam Qira’at Al-Qur’an yang diangkat dalam penelitin ini dari berbagai lembaga, yaitu di Perguruan Tinggi, di Pesantren dan di Daurah/Halaqah. Penulis akan memaparkan peran para pengajar perempuan ini dalam perkembangan ilmu qira’at di Indonesia. Adapun kesimpulan dari penelitian yang penulis lakukan adalah bagaimana para pengajar perempuan ini mengembangkan ragam ilmu qira’at Al-Qur’an di Indonesia khususnya di Perguruan Tinggi, Pesantren dan Halaqah dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran dan menggunakan modul atau buku-buku yang berkaitan dengan ilmu qira’at, khususnya Qira’ah Sab’ah. Para tokoh perempuan yang sekarang bertugas sebagai Dosen, yang mengajarkan ilmu qira’at tentunya sudah menyelesaikan pembelajaran dari para guru atau masyayikh yang bersanad dan sanadnya sampai kepada Rasululllah. Hasil pembelajaran ini akan bisa terlihat dari target yang telah ditentukan dengan jumlah pertemuan yang juga sudah di programkan.