Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/4490
Title: Konflik Budaya pada Film Primbon (Studi Analisis Semiotika Ferdinand De Saussure)
Authors: Sintia Nur Hasanah, 21220241
Advisor: Qurrota A’yuni
Issue Date: 2025
Publisher: Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta
Abstract: Film Primbon menggambarkan perbedaan keyakinan tradisional dan modern terhadap Primbon. Primbon merupakan pengetahuan yang mengacu pada kebiasaan dan menjadi budaya masyarakat Jawa. Di dalamnya terdapat aturan yang digunakan dalam kehidupan, seperti menentukan hari baik dan jodoh. Hal ini berbanding terbalik dengan kepercayaan masyarakat modern yang tidak percaya Primbon. Sebab aturan tersebut tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Benturan keyakinan inilah yang menimbulkan konflik. Berdasarkan latar belakang di atas, muncul pertanyaan mayor bagaimana konflik budaya pada film Primbon dengan analisis Semiotika Ferdinand De Saussure. Selanjutnya diturunkan ke pertanyaan minor apa makna penanda dan petanda konflik budaya? Apa faktor penyebab? Dan apa tantangan dan peluang dakwah dalam masyarakat berdasarkan makna semiotika pada film Primbon? Sebelumnya terdapat penelitian yang mengambil film Primbon. Namun perbedaan penelitian ini dan sebelumnya terletak pada objek masalah. Metodologi penelitian yang digunakan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yaitu observasi, dokumentasi dan studi pustaka. Teori penelitian ini menggunakan Semiotika Ferdinand De Saussure. Pokok teori ini mengatakan bahwa setiap tanda tersusun dari dua bagian yakni penanda dan petanda. Konflik budaya dalam film Primbon tidak hanya bersumber dari isi pesan yang disampaikan. Namun konflik juga berasal dari perbedaan pemaknaan terhadap tanda dan simbol budaya yang digunakan dalam percakapan maupun tindakan. Konflik dalam film Primbon muncul karena dominasi tokoh sepuh dan komunikasi satu arah dalam keluarga. Anggota yang lebih muda, terutama menantu, merasa tertekan dan tidak memiliki ruang berbicara. Perbedaan nilai antara tradisi dan logika memicu ketegangan makna dalam simbol-simbol seperti bunga layu atau mimpi. Setiap tokoh merasa tafsirnya paling benar, sehingga komunikasi menjadi kaku dan emosional. Kurangnya empati memperlebar jarak, menciptakan keterasingan dan penolakan identitas. Proses pengambilan keputusan pun terganggu karena perbedaan tafsir simbolik dan ketidakseimbangan kekuasaan.
URI: https://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/4490
Appears in Collections:Skripsi S1 Komunikasi dan Penyiaran Islam

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
12-21220241.pdf
  Restricted Access
2.25 MBAdobe PDFView/Open Request a copy
12-21220241_Publik.pdf
  Restricted Access
1.37 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.