Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/4684| Title: | Makna Tawil Dalam Al-Quran (Analisis Semantik Toshihiko Izutsu) |
| Authors: | Siti Barokah, 21211809 |
| Advisor: | Ali Mursyid |
| Issue Date: | 2025 |
| Publisher: | Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta |
| Abstract: | Kajian mengenai istilah ta’wīl dalam Al-Qur’an menunjukkan adanya keragaman makna dan penggunaan yang menarik untuk ditelaah. Istilah ta’wīl tercatat sebanyak tujuh belas kali dalam Al-Qur’an dengan variasi konteks yang berbeda. Sebaliknya, jika kita bandingkan dengan istilah tafsīr hanya sekali disebut dalam Al-Qur’an, yaitu pada periode Makkiyah dalam QS. Al-Furqān [25]:33. Menariknya, istilah ta’wīl telah populer sejak masa Nabi dan sahabat, hal ini terbukti dari doa Nabi kepada Ibn ‘Abbās dengan menyebut kata ta’wīl alih-alih tafsīr. Dalam karya tafsir awal, seperti Jāmi‘ al-Bayān karya al-Ṭabarī dan alKashshāf istilah ta’wīl lebih dominan digunakan meskipun dalam perkembangan selanjutnya istilah tafsīr menjadi lebih populer. Fenomena inilah yang mendorong penulis untuk meneliti makna ta’wīl dalam Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan semantik Toshihiko Izutsu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis makna ta’wīl dalam Al-Qur’an dengan metode analisis semantik Toshihiko Izutsu dengan menelaah makna dasar dan relasional, serta menelusuri perkembangan historisnya sekaligus merumuskan weltanschauung yang melandasi konsep tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan, di mana sumber primer berasal dari Al-Qur’an beserta terjemahannya, sedangkan sumber sekunder diperoleh dari kitab-kitab tafsir, karya-karya Toshihiko Izutsu, buku, kamus, jurnal dan literatur ilmiah yang relevan dan kredibel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, makna dasar ta’wīl adalah “kembali”, namun dalam konteks relasional istilah ini berkembang menjadi penafsiran dan penjelasan. Ta’wīl adalah memalingkan lafaz dari makna ẓāhir (yang tampak) kepada makna lain yang lebih tepat, karena adanya qarinah (indikasi atau dalil yang menyertainya). Kedua, secara sinkronik pada periode pra-Qur’anik ta’wīl digunakan dalam syair dan ramalan dengan arti prediksi atau pertanda, pada masa Qur’anik dalam ayat-ayat Makkiyah ta’wīl lebih terkait dengan penafsiran mimpi dan akibat perbuatan, sementara dalam ayat-ayat Madaniyah berhubungan dengan penjelasan ayat-ayat mutasyābihāt. Adapun pada masa pasca-Qur’anik, konsep ini berkembang melalui tradisi tafsir klasik, tasawuf, filsafat Islam, hingga pendekatan hermeneutika modern. Ketiga, weltanschauung makna ta’wīl dalam Al-Qur’an menekankan bahwa pemahaman teks tidak berhenti pada aspek lahiriah (ẓāhir), melainkan juga mencakup upaya menyingkap makna batiniah (bāṭin). |
| URI: | https://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/4684 |
| Appears in Collections: | Artikel IAT |
Files in This Item:
| File | Description | Size | Format | |
|---|---|---|---|---|
| 166-21211809.pdf | 2.33 MB | Adobe PDF | View/Open | |
| 166-21211809_Publik.pdf | 1.9 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.