Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/713
Title: Waliyullah dalam Perspektif Tafsir Sufi (Studi Perbandingan Tafsir at-Tustari dan al-Alusi)
Authors: Zahidah Adawiyah, 13210561
Advisor: Faizah Ali Syibromalisi
Issue Date: 2018
Publisher: Institut Ilmu Al Quran (IIQ) Jakarta
Abstract: Kata “Wali” (Kekasih) adalah lawan kata “Aduw” (Musuh). Dari kata “wilayah” (kewalian) adalah lawan kata “adawah” (permusuhan). Dengan begitu, pokok kewalian adalah cinta (mahabbah) dan kedekatan (taqarrub), sementara pokok permusuhan adalah marah dan jauh. Dalam memahami istilah tersebut penulis merujuk pada pemikiran dua tokoh sufi, yaitu At- Tustari dalam kitab Al-Qur`an Al-Azhim dan al-Alusi dalam kitab Ruhul Ma‟ani. Tokoh tersebut merupakan seorang ulama yang kompeten dalam ilmu riyadhah, ikhlas, dan wara‟i. sedangkan karyanya merupakan bentuk tafsir pertama yang menggunakan corak tasawuf atau sufi. Oleh karena itu, kajian mengenai bahasan tersebut oleh penulis menjadi kajian yang menarik diungkap untuk mengetahui makna waliyullah secara mendalam. ada empat pertanyaan dasar tentang makna al-Walayah atau kewalian dalam tasawuf yang dapat dijadikan acuan pembahasan. bagaimana derajat kewalian itu dapat dicapai oleh seorang yang beriman? apakah para awlia Allah mengetahui bahwa dirinya wali atau tidak? bagaimana seorang yang mencapai derajat kewalian itu memperoleh karamat (kemuliaan) dari Allah sebagai perlakuan khusus Allah kepadanya? Masalah pokok tersebut kemudian penulis rinci menjadi dua sub masalah, yaitu: 1. Apa makna waliyullah dalam kitab At- Tustari dan al- Alusi? 2. Apa Perbedaan dan persamaan Waliyullah dari kedua mufassir yakni at-Tasturi dan al-Alusi? Penelitian ini bersifat kepustakaan yang sumber primernya adalah kitab Tafsir at-Tustari dan kitab ruhul Ma‟ani langsung dan sumber vi skundernya diambil dari berbagai kitab, buku, skripsi, dan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil penelitian ini diketahui bahwa Pada QS. Yunus [10]: 62 Dari waliyullah menurut at-Tustari adalah hamba yang tidak ada rasa takut dan sedih, tidak sedih dan takutnya waliyullah dikarenakan kedekatan mereka dengan Allah SWT. Hal ini senada dengan al-Alusi yang mengatakan bahwa waliyullah adalah orang-orang beriman yang dekat dengan Allah SWT mereka yang beriman dan bertakwa, keimanan dan ketakwaan mereka bukan hanya sebagai hiasan bibir, namun keimanan dan ketakwaan mereka teraplikasikan di dalam kehidupan. Keimanan dan ketakwaan waliyullah melahirkan ketaatan kepada Allah SWT, ketika seorang hamba taat kepada Allah SWT maka hamba tersebut tidak ada rasa takut dan sedih di dalam menjalani kehidupan, Apapun yang terjadi mereka ikhlaskan kepada Allah SWT dan tetap berusaha dengan cara yang benar. At-Tustari menyebutkan Ciri-ciri seorang Auliya‟ atau orang yang dekat dengan Allah SWT adalah: Orang-orang yang berjuang di jalan Allah SWT, Melampaui orang lain dalam perjalanan menuju Allah SWT (berbuat kebajikan lebih banyak dibandingkan orang lain), Mengatur perbuatan mereka untuk senantiasa sesuai dengan tuntunan Allah. At-Tustari menyebutkan tingkatan waliyullah Yaitu wali abdal dan wali autad. At- Tustari juga menyebutkan ciri-ciri atau tanda dari masing-masing wali. At- Tustari mengatakan bahwa wali awtad lebih tinggi dibandingkan dengan wali abdal. sebab para wali awtâd telah sampai dan pondasi-pondasi mereka telah kokoh dan stabil, sementara abdâl masih senantiasa beralih dari satu ẖâl (keadaan) ke ẖâl yang lain,”. Beda halnya dengan Al-Alusi, dalam kitab Ruh al-Ma`ani tidak hanya menafsirkan tentang QS.Yunus [10]: 62 saja sebagaimana at-Tustari yang hanya menafsirkan satu ayat, al-Alusi juga menafsirkan QS. Yunus 63 dan 64. Mengenai Waliyullah penulis vii menganalisa dan mengambil kesimpulan ada 3 ciri-ciri waliyullah diantaranya: Tidak ada rasa takut dan sedih waliyullah adalah hamba yang tidak ada rasa takut dan sedih, tidak sedih dan takutnya waliyuulah dikarenakan kedekatan mereka dengan Allah SWT, mereka bermunajat kepada Allah SWT setiap waktu dan waliyullah selalu berzikir kepada Allah SWT, karena dengan zikir akan membuat hati , mereka tenang. waliyullah adalah mereka yang beriman dan bertakwa, keimanan dan ketakwaan mereka bukan hanya sebagai hiasan bibir, namun keimanan dan ketakwaan mereka teraplikasikan di dalam kehidupan. Keimanan dan ketakwaan waliyullah melahirkan ketaatan kepada Allah SWT, ketika seorang hamba taat kepada Allah SWT maka hamba tersebut tidak ada rasa takut dan sedih di dalam menjalani kehidupan, Apapun yang terjadi mereka ikhlaskan kepada Allah SWT dan tetap berusaha dengan cara yang benar. waliyullah akan mendapatkan berita gembira baik di dunia mapun di akhirat, di dunia berupa pujian dari hamba Allah yang lain atas amalan yang mereka lakukan, Allah SWT juga memberikan daya tarik kepada hamba Allah yang lain untuk mengikuti ibadah yang mereka lakukan, pujian yang mereka dapatkan bukanlah harapan hati mereka melainkan kemuliaan dari Allah SWT kepada mereka, Allah SWT juga tampakkan kepada mereka hal-hal yang tersembunyi, adapun di akhirat waliyullah mendapatkan berita gembira dari para malaikat yaitu naungan di sisi Allah SWT yang mana pada saat itu tidak ada naungan selain naungan Allah SWT. Al-Alusipun tidak menyebutkan tingkatan waliyullah sebagaimana at-Tustari yang menyebutkan di dalam tafsirnya sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas.
URI: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/713
Appears in Collections:Skripsi S1 Ilmu Al-Quran dan Tafsir

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
13210561.pdf
  Restricted Access
4.61 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.