Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/760
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorMuhammad Ulinnuha-
dc.contributor.authorSiti Hazrotun Halaliyatul Muharromah, 14210629-
dc.date.accessioned2020-07-02T06:02:02Z-
dc.date.available2020-07-02T06:02:02Z-
dc.date.issued2018-
dc.identifier.urihttp://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/760-
dc.description.abstractMenjadi seorang mufassir tentu tidaklah mudah, diperlukan beberapa keahlian khusus yang harus dimiliki dan dipahami oleh seorang mufassir. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi salah penafsiran akibat tidak adanya ilmu yang mumpuni yang dikuasai mufassir. Sejarah penetapan syarat-syarat mufassir tidak lepas dari sejarah kodifikasi ‘Ulûm Al-Qurân. Seiring dengan semakin luasnya daerah yang dipengaruhi oleh Islam. Tafsir Al-Qur‟an mengalami perkembangan sedemikian rupa sesuai dengan tendensi dan kecenderungan kelompok mufassir itu sendiri. Menurut Quraish shihab bahwa syarat-syarat yang ditetapkan oleh sebagian ulama adalah syarat mufassir yang ingin menafsirkan Al-Qur‟an secara kamil dengan ijtihad mereka. Akan tetapi hal tersebut berlaku pada masanya, sebab pada periode modern ini, sangat sulit menemukan seseorang yang ahli dalam berbagai ilmu. Minimnya pembahasan tentang masalah syarat mufassir memancing ghiroh penulis untuk meneliti tema ini. Setiap tokoh ulama memiliki ketentuan syarat yang berbeda. Bahkan pada abad-abad awal munculnya kajian ‘Ulumul Qur’an, belum adanya sistematisasi syarat bagi mufassir. Sebagian dari mereka menyebutkan syarat tersebut pada muqaddimah sebuah tafsir, ada sebagian yang menyebutkan secara khusus dalam sebuah bab. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba untuk menganalisis perbedaanperbedaan penetapan syarat-syarat bagi mufassir yang diajukan oleh beberapa ulama dari zaman klasik hingga kontemporer melalui kajian kitabkitab ‘Ulumul Qur’an dengan menggunakan pendekatan historiessosisologis, Penelitian ini juga bersifat deskriptif-analitis. Penulis mengklasifikasikan syarat-syarat tersebut kedalam empat bagian. Yaitu pertama, syarat Syar‟iyyah atau Akhlaqiyah, kedua, syarat Aqliyah, ketiga syarat Ilmiyah, keempat, syarat li Anwa‟i at Tafsir. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penulis dalam mengidentifikasi syarat-syarat disetiap periodenya. Adapun kesimpulan dari penelitian yang penulis lakukan adalah bahwa embrio dari syarat dan ketentuan bagi seorang mufassir sudah ada sejak masa sahabat. Dan mulai berkembang pada abad pertengahan, pada masa ini penetapan syarat-syarat bagi mufassir lebih lengkap dan sistematis dibadingkan dengan masa sebelumnya. dan menjadi sebuah kajian khusus Key words: Syarat Mufassir, Klasik, Pertengahan, Modernen_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherInstitut Ilmu Al Quran (IIQ) Jakartaen_US
dc.subjectDiskursusen_US
dc.subjectMufassiren_US
dc.subjectKlasiken_US
dc.subjectModernen_US
dc.subjectUlumul Qur'anen_US
dc.titleDiskursus Syarat-syarat Mufassir Era Klasik Hingga Modern Studi Perbandingan Kitab-Kitab Ulumul Qur'anen_US
dc.typeSkripsien_US
Appears in Collections:Skripsi S1 Ilmu Al-Quran dan Tafsir

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
14210629.pdf
  Restricted Access
4.57 MBAdobe PDFView/Open Request a copy
14210629_Publik.pdf
  Restricted Access
2.1 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.