Abstract:
Rusaknya moral manusia pada zaman sekarang yang tenggelam dalam urusan
dunia dengan segala kemajuan dan kemewahannya sehingga banyak
menimbulkan kelalaian dan berbagai penyimpangan yang terjadi di kalangan
masyarakat pada saat ini. Sehingga perlu dikaji lagi pengetahuan tentang
etika terutama etika dalam keluarga, karena hasil didikan keluarga tersebut
menentukan nasib anak bangsa. Dalam skripsi ini mengkaji tentang
penafsiran ayat-ayat etika dalam keluarga dengan menggunakan kitab Tafsir
Al-Ibriz karya KH. Bisri dan Al-Azhar karya Hamka. KH. Bisri adalah salah
satu kiai besar di kawasan pesisir dengan menggunakan tafsir tradisi kultur
Jawa. Sedangkan Hamka merupakan mufassir pertama yang menerbitkan
tafsirnya di Indonesia dengan menggunakan bahasa Melayu. Dengan ini,
penulis tertarik untuk membandingka penafsiran dengan gaya bahasa Jawa
dan Melayu.
Sebuah penelitian terdahulu skripsi karya Siti Hidayah yang berjudul
“Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an (Studi Analisa QS. Al-A’raf [7]: 199-
202 ),” yang hanya fokus membahas tentang amal ma’ruf nahi munkar dan
ketaqwaan kepada Allah. Berbeda dengan penelitian dalam skripsi ini yang
akan membahas ayat-ayat Al-Qur’an tentang etika dalam keluarga menurut
KH. Bisri dalam kitab Tafsir Al-Ibriz dan Hamka dalam Tafsir Al-Azhar.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif komperatif yaitu sebuah
metode pembahasan untuk memaparkan data yang telah tersusun dengan
kajian terhadap data-data tersebut kemudian membandingkan penafsiram
kedua mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut.
Dari penelitian ini penulis menemukan beberapa kesimpulan yaitu adanya
perbedaan penafsiran pada QS. Al-Isra’ [17]: 24, KH. Bisri berpendapat
bahwa selain berbakti kepada orang tua, anak juga harus mendoakan kedua
orang tuanya, keterangan tersebut tidak dicantumkan Hamka dalam
penafsirannya. Pada QS. Al-Baqarah [02]: 233, menurut KH. Bisri makna
penyusuan pada ayat ini masih bersifat umum untuk semua ibu, sedangkan
menurut Hamka besifat khusus hanya untuk ibu-ibu yang telah diceraikan
suaminya. Selain ayat-ayat tersebut yang penulis kaji selebihnya tidak
ditemukan perbedaan pendapat dalam penafsiran KH. Bisri dan Hamka. Hal
tersebut di karenakan tidak ada pula perbedaan pendapat dan paham madzhab
di antara KH. Bisri dan Hamka