Abstract:
Penggunaan huruf lâ yang berarti jangan yang digunakan dalam
menasehati anak, selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan.
Berkembangnya metode pendidikan pada anak yang mengacu pada psikologi
moderen yang melarang untuk menggunakan kata „jangan‟ pada anak .
Mereka mengatakan kata jangan menjadikan anak tidak berani dan ruang
lingkup geraknya dibatasi, sehingga anak tidak terasah kreatifitasnya
.Sementara dalam ayat-ayat Alquran kata „jangan‟ digunakan dalam
menasehati, memberi peringatan atau bahkan agar terhindar dari ancaman
bahaya. Berangkat dari hal tersebut, penelitian ini bermaksud untuk
menjelaskan kenapa kata „jangan‟ harus dihindari . Apakah ada pertentangan
dari gaya bahsa dalam Al- Quran yang menggunakan huruf lâ dengan
psikologi moderen yang cenderung menghindari penggunannya.
Pembahasan mengenai ayat-ayat nasehat telah ditemui cukup banyak,
seperti nasehat Luqman kepada anaknya, adab bertamu, berlaku ihsan pada
orangtua. Begitupun dengan huruf lâ dalam Al-Qur‟an telah ada
pembahasannya di beberapa skripsi dan jurnal, huruf lâ dalam surah al-Isra,
huruf lâ dalam surah al baqarah. Yang menjadikan penelitian ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya adalah dari segi tema dan objek penelitiannya
yang fokus pada kata „jangan‟ yang dikhususkan dalam mensehati anak,
dengan menganalisa ayat-ayat nasehat dalam Al-Quran yang menggunakan
huruf „lâ‟ . Jenis penelitian ini adalah studi kepustakaan (Library Research)
yaitu menganalisa data yang telah diperoleh melalui surat kabar, jurnal
pendidikan anak , buku-buku psikologi dan beberapa kitab tafsir yang
membahas mengenai penafsiran huraf lâ dalam Al-Quran. Metode analisa
data yang digunakan adalah 1. deskriftif-analisis yaitu mengumpulkan data
dan pendapat hingga menghasilkan kesimpulan. 2. Metode komparatif antara
pendapat Mufassir dan Psikologi.
Hasil penelitian menujukkan bahwa pemahaman dan interpretasi
huruf lâ yang bermakna jangan, antara mufassir dan psikologi berbeda.
Mufassir menggunakannya sebagai preventif (pencegahan), karena larangan
tersebut terdapat bahaya yang ditimbulkan, sementara psikologi lebih kepada
mengamati sesuatu yang tampak saja yang ditimbulkan dari tingkah laku,
tanpa harus melarang penggunaannya. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh
sudut pandang mereka mengenai keyakinan agama dan norma, di mana tafsir
pengetahuan yang bersumber pada wahyu sedangkan psikologi merupakan
pengetahuan yang berasal dari observasi atas diri dan perilaku manusia.
Maka hal ini akan wajar jika terdapat perbedaan dalam menjelaskan beragam
hal dalam pendidikan dari definisi, dimensi, ruang lingkup dan tujuan
xv
kebaikan yang ditanamkan pada anak melalui mekanisme pendidikan. Dari
temuan tersebut, para pendidik bisa mendapatkan informasi mengenai
pengunaan kata „jangan‟ dalam menasehati dan mendisiplinkan anak. Bahwa
mufassir relatif lebih komprehensif dalam memandang penggunaan kata „lâ‟.