Abstract:
Kontrak Transportasi Antarkota Perhajian antara KUH dan perusahaan Rawahel tahun 2019, terdapat pasal sanksi yang menyebutkan besaran ganti rugi dalam bentuk prosentase (%) dari biaya sewa bis berdasarkan jumlah jemaah jika terjadi pelanggaran tertentu. Terdapat inkonsistensi antara Kontrak dengan Fatwa DSN-MUI No.43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta‘wīd̩).
Penulis sepakat dengan penelitian sebelumnya yang ditulis oleh Rena Damayanti yang berjudul “Pelaksanaan Penentuan Ganti Rugi (Ta‘wīd̩) pada Produk Arrum Haji Pegadaian Syariah Unit Rancaekek” bahwa penetapan ganti rugi yang sudah ditentukan prosentasenya dalam akad sedangkan belum terjadi pelanggaran/kelalaian oleh nasabah tidak sesuai dengan Fatwa.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan studi kasus dan bersifat yuridis empiris, yaitu penelitian yang difokuskan untuk menganalisa kesesuaian Fatwa tentang Ganti Rugi (Ta‘wīd̩) dengan pembayaran ganti rugi atas Kontrak Transportasi Antarkota Perhajian antara KUH dan Perusahaan Rawahel yang diambil dari sumber primer berupa hasil wawancara, Fatwa dan pendalaman atas peraturan terkait sedangkan sumber sekunder berasal dari website, buku, dan jurnal.
Hasil penelitian penulis bahwa penentuan nilai besaran ganti rugi dalam Kontrak tidak sesuai dengan Fatwa sehingga pelaksanaan pembayaran ganti rugi oleh perusahaan Rawahel terhadap KUH belum memenuhi prinsip ganti rugi sebagaimana yang diatur dalam Fatwa yaitu dilarang menghitung kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potental loss).
