Abstract:
Di Jakarta terdapat transaksi perikanan yaitu di Palabuhan Muara Angke yang dimana perolehan ikan berlangsung antara pemilik kapal dengan nelayan yang keduanya melakukan kerja sama. Ulama berbeda pendapat tentang penggunaan barang sebagai modal. Dimana madzhab syafi’i tidak membolehkan modal berbentuk barang dan madzhab hanafi membolehkan. dan Terdapat beberapa praktik kerja sama antara pemilik kapal dan nelayan dimana ada yang membebankan biaya kerugian kepada nelayan dan ada yang membaginya 50:50. Dari latar belakang tersebut peneliti memiliki tujuan agar diketahuinya praktik bagi hasil antara pemilik kapal dengan nelayan dan tinjauan fikih muamalah pada sistim kerja sama pemilik kapal dengan nelayan.
Metode penelitian yang digunakan ialah studi lapangan/ field research dengan jenis kualitatif. peneliti mengumpulkan data antara lain dari wawancara, observasi dan kajian pustaka. kemudian peneliti mengelompokkan data lalu menganaslisisnya berdasarkan landasan teori.
Hasil dari penelitian ini yaitu, pertama Tinjauan fikih muamalah pada praktik kerja sama antara nelayan dengan pemilik kapal pada Pelabuhan Muara Angke menggunakan akad mudhᾱrabah muqayyadah dan telah memenuhi rukun dan syarat akad sehingga termasuk dalam mudhᾱrabah sahih. Kedua, sistim bagi hasil yang dilakukan pemilik kapal dan nelayan sesuai kesepakatan di awal akad yaitu, Pada kapal Sekar Tanjung 60:40, Baruna Jaya dan Pratama Mulia 50:50 Namum dari ketiga kapal tesebut kapal Sekar Tanjung membebankan biaya operasional kepada nelayan sepenuhnya, dalam hal ini ulama madzhab Hanafi dan Hambali sependapat bahwa pelaku usaha tidak berkewajiban mengganti jika terdapat kerugian yang bukan karena kelalaiannya
