dc.description.abstract |
Salah satu intrumen penting yang digunakan masyarakat untuk melakukan berbagai transaksi pembayaran adalah uang elektronik. Pada praktiknya, ada perbedaan pendapat terkait hukum penyelenggaraan uang elektronik terutama pada akad yang terjadi antara penerbit dan pengguna uang elektronik. Erwandi Tarmizi berpendapat telah terjadi riba qardh, sedangkan Zaim Saidi berpendapat telah terjadi riba fadhl dan riba nasî’ah. Ahmad Sarwat dan Oni Sahroni berpendapat tidak terjadi riba.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus yang dilakukan terhadap penyelenggaraan uang elektronik di Bank Syariah Mandiri (BSM) Kantor Pusat (BSM E-Money) Jakarta. Sumber data primer diperoleh dari wawancara dengan pejabat terkait di BSM untuk memeroleh informasi tentang prosedur dan praktik penyelenggaraan BSM E-Money. Data sekunder diperoleh dari regulasi terkait, yakni Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik, Fatwa DSN MUI No. 116/DSN-MUI/IX/20I7 tentang Uang Elektronik Syariah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Pertama penerbit BSM E-Money adalah Bank Mandiri (tidak ada izin penyelenggaraan uang elektronik syariah). BSM melakukan kerja sama co-branding sebagai wakil Bank Mandiri dalam memasarkan produk E-Money. Langkah BSM ini dilakukan untuk memberikan solusi positif konstruktif bagi masyarakat pengguna E-Money untuk bisa melakukan top up (isi ulang) E-Money melalui rekening Bank Syariah, tidak harus dari rekening Bank Konvensional. Kedua, pada saat ini belum ada penerbit uang elektronik syariah chip based, sehingga penggunaan BSM E-Money termasuk dalam kondisi hâjiyât. Penelitian ini juga memberikan analisis hukum ketika penerbit dan pengguna uang elektronik menggunakan akad sharf atau qardh atau wadî’ah atau ijârah yang dilanjutkan dengan Ijârah Maushûfah fî Dzimmah. Akad paling fleksibel yang dapat digunakan agar terhindar dari riba qardh, riba fadhl, dan riba nasî’ah ketika ada janji promo/diskon/cashback adalah ijarah yang dilanjutkan dengan Ijârah Maushûfah fî Dzimmah sebagaimana pendapat Oni Sahroni. |
en_US |