Abstract:
Ayat ahkam merupakan bagian dari sebagian ayat-ayat Al-Qur`an yang sering
bersentuhan langsung dengan kehidupan manusia dan salah satunya adalah ayat
yang berkaitan dengan puasa beserta semua syariat yang berkaitan dengan ibadah
tersebut. Maka seharusnya, ayat ini ditasfirkan dengan benar sebagai pedoman
hidup yang mengarahkan pada koridor kebaikan. Dengan seiring berkembangnya
disiplin ilmu yang semakin pesat, termasuk salah satunya adalah ilmu fiqih yang
mana dapat mempengaruhi seorang mufasir dalam tafsirannya. Sedangkan Islam
semakin berkembang dan menyebabkan ulama harus berijtihad dalam memaknai
sebuah ayat ahkam. Hal tersebut juga berpengaruh pada kecenderungan mufasir
dalam menuliskan tafsirnya sehingga mereka terlalu fanatic dan membawa
tafsirnya untuk melegitimasi madzhabnya tersebut. Namun semua itu tidak masalah
selama mempunyai argumen yang kuat dan tidak bertentangan dengan syariat.
Maka ada baiknya jika dari setiap diri masing-masing mengetahui argumen tersebut
agar adanya rasa toleransi dalam setiap ibdadah.
Penelitian ini mengkaji tentang beberapa rentetan mengenai ibadah puasa yang
terkandung dalam QS. Al-Baqarah ayat 184 yang ditafsirkan oleh mufasir klasik
yakni Al-Jassâs dan Al-Harâsi dalam Ahkâm al-Qur`an sebagai tafsir karya
keduanya yang dinilai fenomenal pada masanya. Sehingga penulis akan
mengkomparasikan kedua tafsir tersebut dan menganalisa dimana letak persamaan
dan perbedaan kedua mufasi tersebut dan bagaimana cara mufasir dalam
menafsirkan sebuah ayat ahkam.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif berupa library
research. Adapun pengumpulan data melalui kajian pustaka terhadap buku primer
yaitu Tafsir Ahkâm al-Qur`an karya Al-Jassâs dan Al-Harâsi serta buku-buku
lainnya yang terkait dengan pembahasan penulis. Adapun hasil penelitian dari QS.
Al-Baqarah yang penulis jadikan objek dari kajian ini adalah menilai bahwa kedua
mufasir sama-sama cenderung pada pendapat madzhab yang dianutnya. Karenanya,
tidak heran jika pada keduanya terdapat perbedaan dalam menafsirkan satu ayat
yang sama. Namun, disamping itu, penafsiran keduanya memiliki kesesuaian
dengan metode istinbat hukum dari setiap madzhab fiqih yang masih relevan
hingga kini.