dc.description.abstract |
Problematika di masyarakat yang terus berkembang dari waktu ke
waktu menjadi perhatian kalangan muslim itu sendiri. Salah satunya
adalah persoalan radikalisme yang masih menjadi perhatian serius baik
dikalangan akademisi maupun masyarakat awam. Dalam hal ini masalah
pemahaman terhadap teks agama yang tidak jarang terjadi
kesalahpahaman penafsiran yang berujung pada tindakan radikal. Adanya
persoalan penafsiran yang literal dan pemahaman ideal Islam masa lalu
menjadi akar permasalahan dalam memahami Islam. Oleh sebab itu tidak
heran pemahaman yang telah mengakar dalam raga Islam ini bertabrakan
dengan ideal masyarakat saat ini. Salah satu contohnya kelompok
ekstrimis yang menggunakan ayat pedang dalam rangka melegitimasi aksi
radikal yang mereka lakukan. Inilah faktor penguat penulis untuk meneliti
tema radikalisme beratasnamakan agama.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga tafsir kontemporer
yaitu Tafsir Al-Azhâr, Tafsir Al-Sya`rawî dan Tafsir al-Asâs fî al-Tafsîr.
pemilihan tafsir karena sudah banyak penelitian yang mengambil tema
Radikalisme Agama namun belum banyak yang meneliti dari segi tafsir
Al-Qur`an terlebih tafsir kontemporer yang lebih kritis dan memberi
“rasa” baru dalam menafsirkan Al-Qur`an. Pemilihan ketiga tafsir tersebut
juga untuk melihat penafsiran dari ketiga mufasir yang memiliki sosio
histolis dan corak tafsir yang berbeda sehingga akan berpengaruh pada
penafsiran.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library
research) yakni pengumpulan data dengan cara membaca, menelaah buku
dan literatur lainnya yang berhubungan dengan penelitian. Penelitian ini
menggunakan metode analisis komparatif (analytical-comparative
method) yaitu penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian ini
dilakukan untuk mencari persamaan dan perbedaan dari ketiga tafsir yang
menjadi objek dalam penelitian ini.
Dari hasil penelitian memperlihatkan ketiga mufasir berpendapat
bahwa ayat-ayat perang dan relasi muslim-nonmuslim meski terlihat
xvi
sensitif dan kerap ditafsirkan secara radikal namun bila ditelaah lebih
dalam dengan melihat konteks ayat justru menunjukkan bahwa Islam
adalah Agama yang damai dan toleran. Selain persamaan tersebut juga
terdapat perbedaan para mufasir dalam mengantarkan pembaca untuk
memahami maksud ayat, seperti HAMKA lebih banyak menjabarkan
peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat (Asbâb al-Nuzûl)
dibanding mufasir yang lain. Al-Sya’rawi dalam menafsirkan lebih sering
menarik penafsiran ayat ke persoalan kontemporer di banding HAMKA
seperti pada penafsiran al-Nahl: 126. Selain itu, penjelasannya terhadap
ayat biasanya meluas karena beliau menyampaikan tafsirnya dengan
metode ceramah. Sedangkan Sa’id Hawwa sendiri selain banyak
mengambil kutipan-kutipan dalam menafsirkan beliau juga kerapkali
menyampaikan maksud tersembunyi atau hikmah dari maksud
diturunkannya ayat yang menjadi penguat bahwa kitab tafsir beliau
bercorak sufi seperti yang terlihat pada penafsiran al-Taubah ayat 36 dan
al-Nahl: 126. |
en_US |