DSpace Repository

Diskursus Difabel dalam Al-Qur’an (Aplikasi Metode Tafsir Maqasidi Wasfi ‘Asyur Abu Zaid)

Show simple item record

dc.contributor.advisor Muhammad Ulinnuha
dc.contributor.advisor M. Ziyad Ulhaq
dc.contributor.author Nurul Arifah Hilda, 220410982
dc.date.accessioned 2022-05-25T04:24:35Z
dc.date.available 2022-05-25T04:24:35Z
dc.date.issued 2022
dc.identifier.uri http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/1701
dc.description.abstract Tesis ini bertujuan untuk mengelaborasi bagaimana transformasi pemaknaan dari terma difabel yang terdapat di dalam Al-Qur'an. Adanya kosakata difabel yang lazim dipahami, sering kali dimaknai dalam locus fisikal dan tidak mencakup aspek nonfisikal. Sejatinya, jika dielaborasi lebih jauh akan ditemukan bahwa Al-Qur'an tidak hanya membincang mengenai difabel pada aspek fisik, akan tetapi juga pada aspek nonfisik yang penulis sebut sebagai "cacat teologis." Menurut penulis, aspek kedua–difabel nonfisik/cacat teologis–tidak kalah menariknya untuk dikaji dan masih belum cukup mendapatkan perhatian. Hadirnya konteks kosakata "cacat" kerap kali dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat fisik, padahal dibaliknya, terdapat cacat batiniah (nonfisik) yang tidak kalah besar dampaknya bagi kehidupan. Adapun penelitian yang dilakukan menggunakan jenis kualitatif yang berbasis library research, dengan mengambil data primer yaitu tafsir Fī Zilāl Al-Qur’ān karya Sayyid Quţb, dan Tafsīr at-Taḥrīr wa at-Tanwīr karya aţ-Ţāhir ibn ‘Āsyūr. Pada tesis ini, penulis mengaplikasikan teori dari metode tafsīr maqāşidī yang digagas oleh Waşfī ‘Āsyūr Abū Zaid, dan juga beberapa tambahan komponen semantik teori Toshihiko Izutsu sebagai salah satu data sekundernya. Sedangkan, penulis memilih metode deskriptif-analisis dan teknik dokumentatif untuk mengelaborasi ragam maqāşid Al-Qur’ān yang terdapat pada ayat-ayat mengenai difabel fisik dan nonfisik (cacat teologis). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa maqāşid ‘āmmah dari enam ayat mengenai difabel fisik dan nonfisik adalah Al-Qur’an tidak pernah menganggap kecacatan fisik sebagai bentuk kekurangan, sebaliknya, adanya kecacatan non fisik inilah yang sebenar-benarnya kekurangan. Sedangkan analisis maqāşid khāşşah dan kontekstualisasi dari tiap-tiap ayatnya meliputi; 1) An-Nūr [24]: 61; mewujudkan kepedulian dan sikap tolong-menolong dengan mengadakan program pemberdayaan life skill, 2) QS. Al-Fatḥ [48]: 17; menghadirkan akses kemudahan terhadap difabel dengan menyediakan aksesibilitas dalam pelayanan publik, 3) QS. ‘Abasa [80]: 2; menerapkan kesetaraan sosial bagi difabel dengan memberikan perlindungan hak penyandang difabel, 4) QS. Al-An‘ām [6]: 39; larangan untuk mendustakan Al-Qur’an yaitu terjadinya aksi terorisme di Indonesia, 5) QS. Ţāhā [20]: 124; perintah untuk berpegang teguh kepada agama yaitu hadirnya fenomena perilaku kesyirikan, dan 6) QS. Al-Ḥajj [22]: 46; dorongan kepada manusia untuk mengambil pelajaran yaitu munculnya bentuk aliran kesesatan. en_US
dc.language.iso id en_US
dc.publisher Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta en_US
dc.subject Difabel en_US
dc.subject Tafsīr Maqāşidī en_US
dc.subject Waşfī ‘Āsyūr Abū Zaid en_US
dc.title Diskursus Difabel dalam Al-Qur’an (Aplikasi Metode Tafsir Maqasidi Wasfi ‘Asyur Abu Zaid) en_US
dc.type Tesis en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search DSpace


Advanced Search

Browse

My Account