dc.description.abstract |
Penelitian ini membahas kecerdasan emosional dalam Surah Yu<suf
melalui penafsiran Buya Hamka dengan perspektif psikologi. Alasan penulis
menetapkan judul ini karena pada zaman yang semakin canggih ini manusia
dapat dengan mudah melampiaskan emosinya di media sosial dengan cara
negatif akibatnya hubungan merenggang, tak hanya di media sosial
renggangnya suatu hubungan juga sering terjadi di dunia nyata. Tujuan dari
penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana kecerdasan emosional dalam
Surah Yu>suf dengan penafsiran Buya Hamka dalam persfektif psikologi serta
relevansinya pada masa kini.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya yaitu pada
penelitian ini penulis berfokus kepada Surah Yu>suf dengan penafsiran Buya
Hamka, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan beberapa Surah
dalam Al-Qur’an serta menggunakan beberapa mufasir dalam menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
yaitu mengangkat tema kecerdasan emosional.
Jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif melalui kajian studi
kepustakaan (library research) yang didasari pada kitab Tafsir Al-Azhar.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunkan kitab Tafsir Al-Azhar
sebagai data primer dan menggunakan berbagai literature seperti buku atau
jurnal sebagai data skunder. Penelitian ini menggunakan perspertif psikologi
teori Daniel Goleman, yang membagi lima model kecerdasan emosional yakni:
kesadaran diri, mengelola emosi, motivasi, empati, dan hubungan sosial.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa di
dalam surah Yu>suf memuat psikologi kejiwaan sebelum ilmuan barat
menetapkan teori psikologi tersebut. Salah satunya adalah kecerdasan
emosional, adapun penafsiran Buya Hamka; Pertama, kesadaran diri. Nabi
Ya’qub sadar akan emosinya sendiri dengan tanda ia mengatakan perkataan
yang sama kepada anak-anaknya dan ia juga mengatakan “betapa sedihnya aku
kehilangan Yusuf”. Kedua, Nabi Ya’qub mengelola emosi dengan cara sabar,
menghindari sejenak, berdoa, dan memaafkan. Ketiga, Nabi Ya’qub
Memotivasi diri dengan cara beroptimis dan tidak berputus asa atas rahmat
Allah. Keempat, Nabi Yusuf berempati dengan cara menolong saudara saudaranya. Kelima, Nabi Yusuf bersosialisai dengan baik, dengan cara
melakukan kebaikan dimana pun dan kapan pun |
en_US |