Abstract:
Di era saat ini, fenomena kefasikan di masyarakat cukup
memprihatinkan. Perilaku-perilaku fasik dapat ditemui baik di media sosial
maupun di masyarakat secara langsung. Di sisi lain, jika di telusuri mengenai
makna fasik para ulama berbeda pendapat. Oleh karenanya fokus kajian pada
penelitian ini adalah ingin menganalisa makna fasik dengan menggunakan
pendekatan Semantik Toshihiko Izutsu.
Beberapa penelitian sebelumnya memang sudah banyak yang
membahas kata fasik, akan tetapi penulis tertarik untuk mengkaji kembali
makna fasik dalam Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan semantik
Toshihiko Izutsu. Penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif, dengan
memakai data primer berupa sumber-sumber dari Al-Qur’an dengan
terjemahannya, dan beberapa kamus Arab dan kitab serta data sekunder
berupa buku, kitab, jurnal, artikel serta majalah dan internet, bisa juga media
informasi lainnya. Dan teknik pengumpulan data berupa dokumentasi, serta
teknik analisis data yang digunakan penulis ialah content analysis. Penulis
menggunakan pendekatan penelitian semantik Toshihiko Izutsu melalui
beberapa tahap yaitu menganalisa makna dasar dan relasional, sinkronik dan
diakronik, dan yang terakhir weltansachauung.
Hasil penelitian dalam skripsi ini adalah pertama, kata fasik secara
mendasar berarti keluar dari ketentuan syari’at agama. Kedua, makna
relasional sintagmatik kata fasik mempunyai bentuk dan posisi yang berbeda beda yaitu, fasik sebagai fi’il māḍi’, fi’il muḍāri’, sebagai sifat, khabar. Dan
adapula makna relasional paradigmatik kata fasik yang memiliki kemiripan
yaitu, ‘Iṣyān, munāfiq, ẓālim, kafir, marīḍ al-Qalb, murjifūn, sedangkan kata
yang berlawanan dengan fasik ialah mu’min. Ketiga, fasik juga terbagi dalam
beberapa periode waktu yaitu Pra Qur’anik, Qur’anik dan Pasca Qur’anik
maka akan terlihat perbedaannya. Kata fasik pada Pra Qur’anik hanya untuk
perilaku hewan saja. Pada masa Qur’anik fasik menggambarkan suatu
kakteristik yaitu orang fasik bersifat pembangkang. Pada masa Pasca Qur’anik fasik fasik terlihat lebih terperinci dan terjadi perluasan makna pada
kata fasik itu sendiri. Keempat, weltanschauung kata fasik bisa bersifat materi
dan immmateri. Yang bersifat materi adalah ketika perbuatan kefasikan
berhubungan dengan mukmin dan kafir. Perilaku fasik yang bersifat immateri
adalah ketika dihubungkan dengan Allah.