Abstract:
Tesis dengan judul tersebut di atas, maksudnya ialah ingin mengkaji
kisah perjalanan nabi Musa as. dengan nabi Khadhir as. yang terangkum
dalam Q.S.Al-Kahfi ayat 60-82. Harapan penulis mengambil tema tersebut
adalah dapat menemukan nilai-nilai positif yang terkandung dari kisah
perjalanan tersebut dari sudut pandang ilmu tafsir dan hadis.
Kajian ini merupakan penelitan kepustakaan atau biasa dikatakan
Library Research dengan pendekatan deskriptif-analitis. Karena sifatnya
kepustakaan, maka sumber datanya pun diambil dari buku-buku literatur.
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data data yang berkaitan dengan kisah
nabi Musa as. dan nabi Khadhir as. melalui literatur dalam bidang tafsir,
sejarah, dan tasawuf. Metode penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian
yang menuturkan, menganalisis, dan mengklarifikasi data yang ada yang ada
pelaksanaannya, bukan hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan.
Namun, lebih dari itu meliputi analisis dan interpretasi dari data tersebut.
Sumber data penelitian ini menggunakan dua jenis kepustakaan, yakni
kepustakaan primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah
kitab-kitab tafsir klasik, pertengahan dan modern seperti tafsîr al-Âlûsî, tafsîr
ath-Thabarî, tafsîr al-Marâghî, tafsîr Ibn ‘Abbâs, tafsîr Ibnu Katsîr, tafsir al-
Misbah. Dan sumber penelitian mengenai keilmuan Khadhir as. yang diambil
dari kitab-kitab tasawwuf, penulis akan merujuk kepada kitab Risâlah al-
Qusyairiyyah, Ihyâ’ ‘Ulûm ad-dîn, Futûhât al-Makkiyyah. Adapun langkahlangkahnya
adalah : 1) Menampilkan profil al-Alûsî,al-Marâghî, Quraish
Shihab, beserta masing-masing karya tafsir mereka; 2) Mengkomparasikan
penafsiran ketiga mufassir tersebut dan menganalisisnya, sehingga diketahui
corak pemikiran ketiga mufassir tersebut dalam menafsirkan Q.S. Al-Kahfi
ayat 60-82; 3) Menelaah hasil penafsiran ketiga mufassir tersebut dan
mengungkapkan nilai-nilai dari kisah perjalanan nabi Musa as. dan nabi
Khadhir as. yang berkaitan dengan tasawuf sehingga dapat dirumuskan suatu
jenis ilmu yang disebut ilmu ladunnî.
xiv
Inti dari kandungan Q.S. Al-Kahfi ayat 60-82 adalah nabi Musa as.
yang diperintahkan oleh Allah untuk berguru kepada nabi Khadhir as. merasa
kesulitan untuk memahami pola kinerja ilmu ladunnî. Keilmuan syari’at yang
dimiliki oleh nabi Musa as. tidak mampu memahami apa yang telah
dilakukan oleh nabi Khadhir as.. Nabi Musa as. yang berjanji untuk bersabar
ternyata tidak mampu untuk melakukannya. Sehingga pada akhirnya, nabi
Musa as. yang selama perjalanan tidak dapat bersabar menyebabkan
perpisahan diantara keduanya. Nilai yang dapat diambil dari kisah tersebut
adalah mengenai penjelasan ilmu ladunnî yang hanya dapat diperoleh melalui
pendekatan ilmu hikmah dan disiplin spiritual.
Secara kesimpulan sebenarnya ilmu ladunnî itu adalah nama lain dari
Ilham. Ilham sendiri merupakan salah satu sistem edukasi dari dan untuk diri
sendiri dengan kejernihan hati. Selama ini, paradigma seputar metode
ladunnî ini dimaknai sebagai ilmu fuj’ah yang dihasilkan secara cepat tanpa
melalui proses pembelajaran. Padahal dalam perspektif teori belajar modern,
istilah ladunnî lebih dimaknai sebagai kecerdasan luar biasa bagi para
pemiliknya yang telah mencapai tingkat kontemplasi spiritual secara utuh.
Melalui pendekatan ilmu hikmah dan disiplin spiritual yang ketat, diharapkan
jiwa yang telah mencapai kesempurnaan akan mampu menangkap sinyalsinyal
yang berada pada diri manusia. Sinyal-sinyal ini dapat ditemukan
secara cepat jika ia telah mampu melewati beberapa titik terminal hati
(Lathâif) sebagai pusat pengendali jiwa. Gambaran dalam penghasilan ilmu
ladunni itu seperti pengolahan biji yang telah terpendam dalam tanah yang
kemudian tumbuh menjadi pohon lalu berbuah. Ilmu ladunnî adalah
kemampuan yang terpendam dalam diri orang itu sendiri. Nafs atau ruh
manusia itu sebenarnya sudah mempunyai biji-biji ilmu yang sewaktu-waktu
dapat meledak menjadi sebuah ilmu yang hebat dan mengagumkan.