Abstract:
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk spiritual. ltulah sebabnya agama menempati posisi yang penting tidak hanya dalam kehidupan individu, tapi juga dalam kehidupan sosial, bahkan di negara sekuler sekalipun. Tidak heran jika dalam kajian sejarah manusia tidak pernah lepas dari sejarah agama, baik yang menyangkut tokoh-tokoh agama, lembaga-lembaga agama, perilaku-perilaku beragama, dan symbol-simbol agama. Hanya saja, sering kali menimbulkan pertanyaan yang mencengangkan ketika melihat fakta-fakta sejarah bahwa agama yang katanya lebih identik dengan kebaikan dan kedamaian, justru sering kali berlumuran darah dan air mata. Berarti telah terjadi apa yang disebut 'dualisme wajah agama'. Di satu pihak, agama melahirkan integrasi sosial, tetapi di pihak lain, justru menyemangati disintegrasi, konfl ik, dan kekerasan. 1
Agama, sejauh menyangkut tentang klaim kebenaran, memang merupakan wilayah yang sangat sensitif, mudah menimbulkan gejolak, bahkan pertumpahan darah. Klaim-klaim kebenaran (claim of truth) bahwa agamanyalah yang mutlak benar dan klaim penyelamatan (claim of salvation) bahwa jalan ke surga hanya ada pada agamanya sementara agama lain adalah jembatan-jembatan menuju neraka, sering muncul dalam cara pandang umat beragama. Fenomena ini kerap melahirkan sikap-sikap primordialisme sempit, yang secara sosiologis telah membuat berbagai konflik social politik, yang berimplikasi pada perang antara agama dan timbulnya kekerasan atau "perang suci" dengan mengatasnamakan "kebenaran suci", serta. membawa seseorang pada prasangka-prasangka epistimologis yang membenarkan diri sendiri.