dc.description.abstract |
Sebagian dari umat Islam terutama di Indonesia telah menjadikan Al-Qur’an sebagai ruh dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tak jarang juga yang menjadikan Al-Qur’an sebagai solusi atas persoalan ekonomi, yaitu sebagai alat untuk memudahkan datangnya rezeki. Seperti hal-nya di Pondok Pesantren Taḥfīẓul Qur’an Darussalam Jombang, yang menjadikan surah al-Fatḥ ayat 29 sebagai amalan yang dibaca rutin setiap hari.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Faris Albarizi (2020) dan Zuhairina Lailatul Izzah (2020), karena sama-sama meneliti surah al-Fatḥ ayat 29, namun berbeda pada subjek penelitiannya. Sedangkan Agus Roiawan (2019) dan Ayin Nur azimah (2021) meneliti tentang pembacaan surah Yāsin. Kemudian Ali Muaffa (2019) meneliti tentang tradisi pembacaan surah al-Waqi’ah. Persamaan ketiga penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama meneliti tentang Living Qur’an, hanya saja objek yang diteliti berbeda-beda.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan studi field research yang berbasis studi Living Qur’an. Sumber data primernya adalah 10 informan, sedangkan sumber data sekundernya adalah buku, kitab, jurnal, skripsi, dan dokumen. Teknik pengumpulan datanya menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian teknik analisa data yang digunakan yaitu deskriptif analisis dengan pendekatan sosiologi pengetahuan.
Sementara hasil dari penelitian ini adalah: pertama, praktik tradisi pembacaan surah al-Fatḥ ayat 29 di Ponpes Taḥfīẓul Qur’an Darussalam Jombang melibatkan bahan pokok yang berupa beras, kegunaan beras dalam kegiatan ini adalah sebagai perantara dalam doa. Kedua, Makna dari tradisi pembacaan surah al-Fatḥ ayat 29 dalam pandangan Karl Mannheim meliputi tiga makna yaitu: makna objektif, makna yang ditentukan oleh konteks sosial di mana tindakan tersebut berlangsung. Makna ekspresif, makna yang ditunjukkan oleh aktor atau pelaku tindakan. Makna dokumenter, makna yang tersirat atau tersembunyi. |
en_US |