dc.description.abstract |
Studi ini bertujuan untuk menelaah konsep nafkah anak pasca
perceraian menurut Mazhab Empat dan Hukum Positif di Indonesia beserta
kolerasi antara keduanya dan implementasinya di Kota Administrasi Jakarta
Pusat. Sebagai negara yang salah satu sumber hukurmnya berasal dari hukum
Islam dan telah meratifikasi KHA, sudah semestinya instrumen-instrumen
tersebut menjadi landasan bagi undang-undang di Indonesia juga bagi hakim
dalam memutus perkara nafkah anak pasca perceraian. Akan tetapi pada
prakteknya belum tentu ketentuan yang telah ditetapkan oleh Mazhab Empat
dan HAM telah diimplementasikan dengan baik, sehingga hak nafkah anak
pasca perceraian di Kota Administrasi Jakarta Pusat belum dapat
terealisasikan sebagaimana mestinya.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan tipe penelitian
perbandingan hukum. Penelitian ini melakukan pengkajian terhadap
perundang-undangan, buku-buku, kitab-kitab fikih yang berkaitan dengan
judul penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terkait hak nafkah anak, mazhab
empat memberikan empat syarat, dua syarat telah disepakati dan dua syarat
masih diperdebatkan, syarat yang disepakati adalah anak haruslah fakir dan
ayah mempunyai harta lebih untuk dinafkahkan. Syarat yang masih
diperdebatkan adalah kesamaan agama dan adanya hak waris. Ketentuan
yang ditetapkan oleh Mazhab Empat tersebut juga diadopsi oleh Hukum
Positif di Indonesia. Di Kota Administrasi Jakarta Pusat masih banyak anakanak
terlantar pasca perceraian kedua orang tuanya karena tidak diberikan
nafkah. Hal ini disebabkan karena belum adanya lembaga yang dapat
menjamin bahwa amanat undang-undang dan juga hasil putusan hakim
terkait hak nafkah anak pasca perceraian diimplementasikan sebagaimana
mestinya. |
en_US |