dc.description.abstract |
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Pertama: Mahar dan uang
pannai’ dalam pandangan masyarakat bugis, khususnya di Libureng adalah
dua hal yang berbeda. Mahar adalah suatu pemberian yang diwajibkan bagi
calon suami kepada calon istrinya, Sedangkan uang pannai’ adalah sejumlah
harta atau uang yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan
sebagai biaya pelaksanaan pesta perkawinan. Kedua: Pokok yang menjadi
dasar tingginya mahar dan uang pannai’ dalam masyarakat kecamatan
Libureng berbeda-beda, hal-hal inilah yang menjadi rujukan atas perbedaan
jumlah mahar dan uang pannai’ yang harus diberikan oleh pihak mempelai
laki-laki kepada pihak mempelai perempuan. Sebagai contoh: apabila
seorang perempuan menyandang gelar tinggi dari suatu pendidikan maka
mahar dan uang pannai’ yang diberikan untuknya akan semakin tinggi pula.
Ketiga: Setelah melakukan beberapa penelitian, penulis menemukan bahwa
dampak negative yang disebabkan oleh tingginya mahar dan uang pannai’
terhadap masyarakat lebih banyak dibanding sisi positifnya, hal ini menjadi
rujukan penelitian terhadap istimbath hukum keduanya dalam pandangan
Islam, sehingga ditemukan kesimpulan bahwa Islam menganjurkan untuk
mempermudah pemberian mahar dengan tidak membebani seorang laki laki
di atas kemampuannya, begitupula terhadap hal-hal yang bersangkutan
dengan mahar, salah satunya adalah uang pannai’.
Penelitian ini sependapat dengan penelitian sebelumnya yang ditulis
oleh Andi Mega Hutami pada tahun 2016 yang berjudul “Tinjauan Hukum
Islam Tentang Doi Menre Dalam Perkawinan Adat Bugis”, yang mana uang
pannai dan mahar adalah dua hal yang berbeda, mahar adalah sesuatu yang
diwajibkan oleh islam sedangkan uang pannai’ sesuatu yang diwajibkan oleh
adat untuk membiayai acara pernikahan dan tujuannya untuk memberikan
rasa hormat kepada perempuan dan keluarganya. Adapun hukumnya mubah
selama tidak bertentangan dengan syariat islam.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang menitikberatkan obyek
penelitian pada pendapat para masyarakat, tokoh dan ulama. Selanjutnya
digunakan pula model penelitian pustaka untuk lebih melengkapi hasil
penelitian yang diharapkan. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan
Normatif yang bersifat deskriptif-analitis yaitu menampilkan penjelasan
secara sistematis, factual, dan akurat mengenai fakta-fakta yang sudah
berlangsung selama ini di masyarakat dan selanjutnya dianalisa untuk
ditemukan pemecahan masalahnya. Sumber data yang digunakan adalah data
primer dan sekunder, adapun data primer diperoleh langsung dari kejadian di
masyarakat, observasi serta wawancara dengan tokoh masyarakat, sedangkan
data sekunder diperoleh dari berbagai buku, jurnal, dan makalah yang
berhubungan dengan penelitian ini. |
en_US |