Abstract:
Pada dasarnya bagi hasil dalam akad musyârakah dilakukan
berdasarkan realisasi pendapatan dengan persentasi nisbah yang disepakati.
Dalam perhitungan bagi hasil, perbankan syariah menggunakan proyeksi
pendapatan Bank, sebagai target pembayaran bagi hasil, sehingga pihak Bank
sejatinya telah mengetahui nilai fix bagi hasil yang harus dibayarkan oleh
Nasabah.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmania Tsabita dkk mendeteksi
bahwa, pihak Bank menerapkan bagi hasil dengan fixed amount dengan nilai
yang didapatkan dari proyeksi pendapatan. Nilai tersebut dianggap sangat
memberatkan Nasabah. Pada tesis ini akan dibahas bagi hasil berdasarkan
proyeksi pendapatan Bank dalam perspektif hukum Islam serta kebijakan Bank
terhadap Nasabah yang tidak dapat memenuhi proyeksi tersebut. Penelitian
tesis ini mengambil sampel di Bank Kalsel Syariah, sebagai Unit Usaha
Syariah Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan.
Tesis ini tergolong dalam katagori penelitian hukum normatif dengan
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis. Data
penelitian dikumpulkan dengan studi pustaka dan lapangan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa, (1) Bagi hasil dengan berdasarkan
proyeksi pendapatan Bank di Bank Kalsel Syariah telah sesuai dengan hukum
Islam (2) Penyitaan agunan dalam pembiayaan musyârakah di Bank Kalsel
Syariah tidak dapat dilakukan apabila Nasabah mengalami kerugian yang
murni tanpa ada unsur taʻaddî ataupun tafrîtth. Selain itu, pada penyelesaian
tunai, penulis menyarankan bahwa, apabila wanprestasi Nasabah disebabkan
murni oleh faktor bisnis, maka Bank juga wajib menanggung kerugian,
dikarenakan bahwa Bank merupakan mitra musyârkah Nasabah.