dc.description.abstract |
Tesis ini berusaha memotret problematika yang terjadi dalam
pelayanan katering di Arab Saudi dimana beberapa pihak sudah melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan katering tersebut diantaranya
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Badan Pusat
Statistik Republik Indonesia (BPS RI) dengan hasil surveynya, serta hasil
pengawasan internal Kementerian Agama melalui Panitia Penyelenggara
ibadah Haji (PPIH) di Arab Saudi. Penelitian ini juga mencoba memberikan
alternatif-alternatif masukan sebagai solusi atas problematika dimaksud.
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan
yuridis normatif dengan penelitian lapangan. Dalam penyajian data,
penelitian ini menggunakan metode deskriptik analitik yang berfungsi untuk
mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti
melalui data disertai dengan analisa untuk menghasilkan suatu kesimpulan.
Adapun sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Sumber primer diambil dari Laporan Hasil Pengawasan pelayanan Konsumsi
Jemaah haji Indonesia di Arab Saudi Tahun 1438H/2017M dan Tahun
1439H/2018M, hasil Survey Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia Badan
Pusat Statistik RI tahun 2017 dan Tahun 2018, serta dokumen-dokumen lain.
Sementara data sekunder diambil dari kepustakaan, antara lain buku-buku
yang mempunyai relevansi dengan ibadah haji, akad-akad syariah, jurnaljurnal
penelitian, Peraturan perundang-undangan serta referensi lain yang
diperlukan.
Dari hasil penelitian, ditemukan beberapa problematika dalam
pelayanan katering jemaah haji di Arab Saudi, Problematika tersebut yaitu
citarasa masakan Indonesia, kurangnya SDM, makanan tidak layak
konsumsi, ketidaksesuaian gramasi dan menu serta keterlambatan distribusi.
Terhadap problematika yang terjadi, diberlakukan klausul sesuai dengan isi
dari kontrak yang telah ditandatangani, salah satunya diberlakukan sistem
ganti rugi bagi pihak yang dirugikan sesuai dengan aturan hukum ekonomi
syariah dimana kerugian yang diharus diganti adalah kerugian riil yang
terjadi (real lost) bukan potensi kerugian yang bisa terjadi (potential lost)
sebagaimana ditegaskan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor
43 Tahun 2004 tentang ganti rugi (Ta’widh). |
en_US |