Abstract:
Tesis ini berjudul ad-Dakhîl dalam Tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-
Qur`ân Karya Husain ath-Thabâthabâ’î (Studi Kritis Tafsir Esoterik Ayatayat
Imâmah). Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk melacak
status hadis daripada penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah ath-Thabâthabâ’î,
kemudian menganalisa pengaruh atas keberadaan hadis-hadis tersebut
terhadap tafsir esoterik ayat-ayat imâmah.
Adapun sumber primer daripada penelitian ini adalah kitab tafsir
al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân karya Husain ath-Thabâthabâ’î. Sementara
sumber sekunder yang digunakan adalah karya-karya lain ath-Thabâthabâ’î,
buku-buku dan atau hasil penelitian tentang beliau dan karya tafsirnya. Selain
itu, buku-buku terkait dengan ad-dakhîl dalam tafsir, buku-buku yang terkait
dengan penilaian baik buruk perawi (al-jarh wa at-ta’dîl), dan biografi
perawi hadis (târîkh ar-ruwah) juga menjadi sumber penting.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Metode
deskriptif digunakan untuk mencari dan mengurai riwayat-riwayat hadis yang
ada dalam penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah, sedang penggunaan metode
analitis adalah sebagai upaya untuk menganalisa kedudukan daripada hadishadis
imâmah. Dengan demikian, pendekatan yang dinilai tepat untuk
menganalisa kedudukan hadis-hadis imâmah tersebut adalah dengan
menggunakan pendekatan kritik sanad hadis.
Penelitian yang penulis lakukan ini sesungguhnya melanjutkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Rosihon Anwar, yakni perspektif ath-
Thabâthabâ’î terhadap tafsir esoterik Al-Qur`an yang objek utamanya
merujuk kepada tafsir al-Mîzân. Penulis menilai bahwa keabsahan tafsir
esoterik perlu dikaji mendalam dengan menggunakan analisa ad-dakhîl bi alma’tsûr,
terlebih lagi penafsiran esoterik ath-Thabâthabâ’î sarat dengan
persoalan imâmah. Hasilnya, penelitian ini menemukan bahwa terdapat 22
hadis bermasalah, yakni berstatus sebagai hadis dha’îf dan hadis maudhû’.
Dengan demikian, ath-Thabâthabâ’î dalam penafsirannya secara esoterik
telah melakukan penyimpangan penafsiran dari segi riwayat hadis (ad-dakhîl
bi al-ma’tsûr).
Fakta tersebut, menunjukkan bahwa ath-Thabâthabâ’î tidak bisa
lepas dari jerat ideologi, artinya penafsirannya secara esoterik diwarnai
dengan tendensi mazhab Syi`ahnya. Hal ini turut serta membenarkan
sekaligus menguatkan pernyataan Fahd ibn Sulaiman ar-Rûmî yang menilai
bahwa tafsir al-Mîzân merupakan karya tafsir paling penting pada abad ke-14
seandainya saja tidak terpengaruh oleh ajaran Syi`ah.