Abstract:
rofil kitab-kitab tafsir dan para penulisnya secara umum telah dibahas oleh Husein al-Dzahabi dalam bukunya yang terkenal di kalangan pengkaji tafsir: al-Tafsîr wa al-Mufasirûn. Di dalamnya dibahas tentang Tafsîr al-Bahr al-Muhîth karya Abu Hayyan al-Andalusi (654-754). Tafsir ini digolongkan ke dalam tafsir bi al-ra’yi dengan corak lughawi.1
Tafsir bi al-ra’yi adalah menafsirkan Al-Qur’an dengan menetapkan rasio sebagai titik tolaknya. Tafsir bi al-ra’yi dinamakan juga dengan al-tafsîr bi al-ijtihâdi. Kendatipun menjadikan rasio sebagai titik tolak penafsirannya, mufasir bi al-ra’yi dalam menafsirkan ayat tidak bisa lepas dari nas Al-Qur’an – sebagai sarana menafsirkan — maupun riwayat-riwayat dari Nabi, di samping beberapa perangkat lainnya, seperti bahasa, syair-syair Arab (sya’ir jahili), asbâb al-nuzûl,nâsikh mansûkh, dan lainnya. Sebagai tafsir bi al-ra’yi dengan corak lughawi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth banyak diwarnai nuansa bahasa, seperti uraian nahwu, sharf, bayân, dan badî’ disertai sya’ir-sya’ir sebagai dalil pendukungnya. Dari penggunaan bahasa sebagai media ijtihad dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan pendukung hadis, atsar, sabab nuzul, nasikh mansukh dan lainnya inilah, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth dikategorikan dalam tafsir bi al-ra’yi al-mahmûd.