Abstract:
Tat{ayyur berasal dari kata atthair yang berarti burung. Tat{ayyur
ialah mengaitkan nasib sial dengan sesuatu yang diihat ataupun sesuatu
yang diyakini akan membawa kesialan. Tat{ayyur telah menjadi bagian dari
tradisi yang dapat menjerumuskan seseorang kepada perbuatan syirik
(menyekutukan Allah). Semakin bertambahnya zaman kepercayaan kepada
pembawa nasib sial makin bertambah, masyarakat juga mulai percaya
kepada ramalan para dukun yang mengatakan bahwa penyebab kesialannya
bukan dari sisi Allah. Dengan demikian tujuan penelitian ini ialah
pembahasan mendalam mengenai Tat{ayyur dalam Al-Qur’an dari sudut
pandang Muhammad ‘Ali Al-S{a>bu>ni dan Buya Hamka.
Jenis penelitian ini adalah kepustakaan (library reseaerch) dengan
kitab S{afwah Al-Tafa>sir> dan Kitab Tafsir Al-Azhar sebagai sumber
primernya. Sedangkan sumber data primernya menggunakan buku-buku,
jurnal, dan karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan Tat{ayyur.
Penelitian ini menggunakan teknik dokumentatif dalam memperoleh data
dengan mencari permasalahan dari catatan, buku, dan dokumen yang
berbentuk tulisan lainnya. Dalam menganalisa data, penulis menggunakan
metode Muqarran Abdul Hayy al-Farmawi dengan pendekatan
Antropologi dan diperkuat oleh teori Interpretatif simbolik Clifford
Greertz.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tat{ayyur menurut
pandangan Muhammad ‘Ali Al-S{a>bu>ni dan Buya Hamka ialah bernasib
sial atau kemalangan, yang telah menjadi ketetapan dari Allah untuk
hambanya bukan melainkan dari yang lain. Kemudian mengenai analisa
perbandingan dalam penafsiran keduanya ialah kedua mufassir
menafsirkan Tat{ayyur sebagai nasib sial, hanya berbeda dalam redaksi
penyampaiannya. Dan penafsiran Buya Hamka lebih Adabi ‘Ijtimai dari
Muhammad ‘Ali Al- Al-S{a>bu>ni. Ketiga ayat pada QS. Al-A’raf [7]:131, QS. An-Naml [27]:47, dan QS. Yasin [36]:18-19, penulis menemukan
relevansinya yakni segala nasib yang terjadi dalam kehidupan merupakan
ketetapan Allah, dan tidak ada kesialan yang terjadi karena sebab orang lain
ataupun sesuatu lainnya. Dengan adanya ayat ini membuat umat muslim
untuk mengingat kembali bahwa Allahlah sebaik-baiknya penentu takdir