dc.description.abstract |
Semantik Toshihiko Izutsu telah berpengaruh pada studi Al-Qur’ān.
Teori semantiknya dijadikan sebagai salah satu pendekatan untuk memahami
makna kata dalam Al-Qur’ān. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang "Makna Maḥabbah dalam Al-Qur’ān ditinjau
dari Semantik Toshihiko Izutsu.
Jenis penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif dengan
penelitian kepustakaan (library research). Data primer dalam penelitian ini
bersumber dari Al-Qur’ān serta terjemahannya. Sedangkan data sekunder
menggunakan buku-buku, kitab tafsir, kamus, jurnal, majalah dan media
informasi lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaran datanya.
Dalam skripsi ini, penulis mengungkapkan makna dan konsep kata
maḥabbah yang terkandung dalam Al-Qur’ān dengan menggunakan analisis
semantik yang dikembangkan oleh Toshihiko Izutsu. Semantik Al-Qur’ān
menurut Toshihiko Izutsu berusaha menyingkap pandangan dunia Al-Qur’ân
melalui analisis “kata kunci” Al-Qur’ân. Proses yang dilakukan adalah
meneliti makna dasar dan makna relasional dengan menggunakan analisis
sintagmatik dan paradigmatik, kemudian meninjau bagaimana kata
maḥabbah digunakan dalam berbagai periode seperti periode pra Qur’anik,
Qur’anik, dan pasca Qur’anik.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kata maḥabbah
memiliki makna dasar cinta, suka, dan kasih sayang. Secara sintagmatik kata
maḥabbah memiliki relasi dengan kata Kafūrin, ḍalālin, lituṣna'a, tahdī,
ātal-māla. Secara paradigmatik maḥabbah memiliki relasi dengan kata alwuddu/mawāddah, Rahmāh, Al-Shaghaf, dan Ra’fah. Selain itu, terdapat kata
yang kontradiktif dengan kata maḥabbah (cinta), yaitu "syanāu"
(kedengkian). Pada masa pra Qur’anik, kata yang berakar pada kata cinta ada
dalam puisi Imru’ul Qays. Di dalam puisinya ada kata aḥbabtu (تُ بُْحبْ
َ
yang) أ
berakar dari ḥubb yang bermakna cinta. Kemudian setelah diturunkannya AlQur’ân, kata yang berakar pada ḥubb masih bermakna sama. Selanjutnya,
pada periode pasca Qur’anik kata maḥabbah tidak mengalami pergeseran
makna yang signifikan. Dan yang terakhir ialah weltanschauung kata
maḥabbah, penulis melihat bahwa kebutuhan pemenuhan ruhani merupakan motif yang mendasari eksisnya kata maḥabbah hingga sekarang. |
en_US |