dc.description.abstract |
Agama Islam banyak membahas tentang cara beribadah yang baik dan benar (sesuai
syariat Islam), Islam mensyariatkan kita untuk berdoa, dalam berdoa kepada Allah
Swt dikenal dengan adanya wasiֿlah (perantara). Secara umum tawassul berarti
mengambil sesuatu sebab yang dibenarkan syara’ untuk mendekatkan diri kepada
Allah Swt.
Pada penelitian sebelumnya, penulis hanya mendapati penelitian yang membahas
tawassul secara umum dalam masyarakat. Maka dari itu, penelitian ini membahas
mengenai tawassul dalam Tafsir Al-Muniֿr karya Wahbah al-Zuḥailiֿ(studi analisis
Q.S Al-Maֿidah [5]: 35 dan Q.S Al-Israֿ[17]: 57)
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penulis mengambil
data dari karya tafsir yaitu Tafsir Al-Muniֿr karya Wahbah al-Zuḥailiֿ. Sedangkan yang
terhitung sumber sekunder adalah kitab tafsir karya ulama lain, kitab-kitab hadis.
Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah kepustakaan (library-research).
Dalam penelitian menggunakan metode analisis isi (content-analisys) dengan
menggunakan pendekatan sufistik teori al-Ghazali.
Hasil penelitian ini tawassul menurut Tafsir Al-Muniֿr karya Wahbah al-Zuḥailiֿ
diperbolehkan dengan cara melakukan amal sholeh, dengan mendoakan orang yang
masih hidup, dengan mendoakan nabi Muhammad Saw. Disamping itu, Wahbah
menukil Tafsir Al-Alusi yaitu tawassul diperbolehkan tetapi tidak dijelaskan
mengenai tawassul yang tidak diperbolehkan. Lalu Wahbah menjelaskan dalam
karyanya yakni Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, bahwa tawassul yang dibenarkan
adalah yang dilakukan dengan berdoa kepada Allah melalui perantaraan Nabi
Muhammad Saw, orang-orang saleh, atau amal-amal baik yang dilakukan oleh orang
tersebut. Misalnya, seseorang bisa berdoa, "Ya Allah, dengan perantaraan cintaku
kepada Nabi-Mu, kabulkanlah doaku. Sementara, al-Zuḥailiֿ mengkritik bentuk
tawassul yang dianggap bisa mengarah pada kemusyrikan, yaitu ketika seseorang
meminta langsung kepada orang yang sudah wafat atau menganggap perantara
tersebut memiliki kekuatan independen selain Allah. Dalam hal ini, al-Zuḥailiֿ menegaskan bahwa hanya Allah yang memiliki kekuatan untuk mengabulkan doa,
dan perantara tersebut tidak boleh dianggap sebagai pihak yang mandiri dalam
memberikan manfaat atau mudarat |
en_US |