Abstract:
Manusia diciptakan oleh Allah dengan bentuk yang paling baik dan sempurna
di antara makhluk lainnya di muka bumi ini. Begitu intensnya perhatian Allah terhadap
makhluk-Nya sehingga dalam Al-Qur’an Allah sering memanggil manusia dengan
berbagai macam panggilan, di antaranya: al-basyar, al-nās, al-insān dan banī ādam
atau żurriyat ādam. Namun kesempurnaan manusia terkadang membuatnya sombong,
dan keunikannya membuat manusia mengalami kesulitan untuk memahami dirinya
sendiri, karena adanya batasan dari akal manusia untuk mencapai hal-hal yang gaib.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka tujuan penelitian ini untuk menggali
dan menganalisis penafsiran Hamka terkait sifat-sifat tentang manusia dalam literatur
tafsir Nusantara dan menganalisa bagaimana konsepsi dan relevansi penafsiran Hamka
terhadap sifat manusia.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif dengan
bentuk liblary research. Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini ialah dari
Kitab Tafsir Al-Azhar karya Hamka, Adapun sumber sekunder nya yakni buku, karya
ilmiah, artiker dan jurnal yang berkaitan dengan topik yang diteliti. Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan dokumentasi dan Teknik analisa
data menggunakan analisis deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
ialah pendekatan psikologis kepribadian dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud.
Hasil temuan dalam penelitian ini ialah: Pertama, dalam penafsiran Hamka
pada ayat tentang sifat-sifat manusia dalam Al-Qur'an terbagi menjadi positif dan
negatif. Adapun ayat tentang sifat manusia dari segi positif terdapat pada QS. Al-Ṭīn
[95]: 4 dan QS. Al-’Alaq [96]: 4-5, Hamka menjelaskan bahwa manusia diciptakan
dengan bentuk yang paling baik dan indah dibanding makhluk lainnya di muka bumi
ini. mereka diberikan ilmu pengetahuan serta pemahaman untuk lebih dekat kepada
Allah. Kemudian ayat dari segi negatif terdapat pada QS. Al-Ahzāb [33]:72, QS. AlIsrā’ [17]:100, QS. Ibrāhīm [14] :34, QS. Al-Ma’ārij [70]:19-21, QS. Al-Isrā’ [17]:11,
QS. Al-Ādiyāt [100]: 6, Hamka menafsirkan bahwa terdapat berbagai macam sifat
tidak terpuji yang ada dalam diri manusia maka hendaknya manusia selalu mawas diri terhadap hal-hal yang dibenci Allah. Kedua, konsepsi dan relevansi penafsiran Hamka
terhadap sifat manusia, Hamka menjelaskan bahwa sifat-sifat manusia dari segi negatif
yang ada dalam diri manusia itu merupakan nafsu dari dalam diri manusia itu sendiri.
Oleh karena itu, Allah memberikan manusia akal untuk mengendalikannya serta
menjadi pembeda dengan hewan. oleh karena itu manusia seharusnya mengontrol diri
mereka dari sifat dan kebiasaan yang tercela.