Abstract:
Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya fanatisme kelompok yang berujung pada
saling mengkafirkan dan pertentangan antara paham Sunni dan Mu’tazilah yang sering
berujung pada ekstrimisme bagi penganutnya yang berdampak buruk. Tindakan tersebut,
menunjukkan bahwa adanya pola fikir yang terlalu fanatik di dalam kehidupan sosial dan
beragama. Sehingga, Pendapat yang berbeda dengannya tidak dihargai. Untuk itu, dapat
dirumuskan dalam penelitian ini, bagaimana tindakan yang tidak berujung pada tindakana
ekstrimisme. Tujuan penelitian ini ialah untuk memberikan pemahaman terkait moderasi
dalam kitāb Tafsīr Jāmiul Bayān ʻan Taʻwīli Āyil Qurʻān karya al-Ṭabarī dan kitāb Tafsīr alKasysyāf karya al-Zamakhsyarī. Serta, bertujuan untuk mengurangi tindakan-tindakan
ekstremisme. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan sumber penelitian
kepustakaan. Sumber primer yang digunakan ialah kitāb Tafsīr Jāmiul Bayān ʻan Taʻwīli Āyil
Qurʻān karya al-Ṭabarī dan kitāb Tafsīr al-Kasysyāf karya al-Zamakhsyarī. Teknik
pengumpulan data yang digunakan ialah teknik dokumentasi. Teknik analisis penelitian yang
digunakan ialah metode penulisan yang sifatnya deskriptif analitis. Dan, dengan menggunakan
pendekatan tematik dan teori komparatif (muqarran).
Hasil penelitian ini adalah, 1). Dalam Al-Qur’an terdapat lima ayat tentang moderasi
dengan lafaẓ wasaṭ dalam bentuk yang berbeda-beda, diantaranya sebgai berikut: (1). QS. AlBaqarah [2]: 143 dengan lafaẓ wasaṭan. (2). QS. Al-Baqarah [2]: 238 dengan lafaẓ wusṭa. (3).
QS. Al-Māidah [5]: 89 dengan lafaẓ ausat. (4). QS. Al-Qalam [68]: 28 dengan lafaẓ
ausaṭuhum. (5). QS. Al-ʻĀdiyāt [100]: 5 dengan lafaẓ fawasaṭna. 2). Berdasarkan analisis
perbandingan penafsiran al-Ṭabarī dan al-Zamakhsyarī, salah satu contoh perbedaan di antara
keduanya, yaitu al-Ṭabarī mengartikan kata Wasaṭan ialah adil, jika berada diantara kedua sisi,
seperti diantara umat Yahudi dan Nasrani. Adapun al-Zamaksyarī mengartikan kata Wasaṭan
ialah adil, jika berada di antara bagian tepi-tepi yang tidak melenceng lebih dekat ke salah satu
tepinya.
Al-Ṭabarī juga mengartikan pilihan, jika mereka mendapatkan petunjuk dari Allah dan
mereka yang hidup sederhana apabila ingin memajukan taraf kehidupannya, bersikap adil dan
tidak berat sebelah. Al-Zamaksyarī juga mengartikan pilihan, jika berdasarkan kaidah nahwu
merupakan sifat yang berasal dari isim yang bermakna ء يْ شَّ ال
و ْسط
. Oleh karena itu, kalimat طاً س وَّ
setara untuk mufrad, jama’, mużakkar dan mu’annaṣ. 3). Kontekstualisasi moderasi dalam
penafsiran al-Ṭabarī dan al-Zamakhsyarī, pada negara Indonesia saat ini, yaitu menolak
melakukan perbuatan yang ekstrem dalam bernegara, seperti halnya fanatik terhadap agama
dan fanatik terhadap kelompok masyarakat tertentu. Oleh karena itu, untuk merealisasikan
sebuah nilai moderasi dari pada fanatik maka sebaiknya bersikap seimbang, yaitu sikap saling
menghormati ibadah antar pemeluk agama lain.