dc.description.abstract |
Selama ini para mufassir mengkaji kisah-kisah dalam Al-Qur’an hanya
terfokus pada aspek historis, seperti kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir. Kisah
ini menarik untuk dibahas karena dalam perjalanannya bersama Nabi Khidir,
Nabi Musa menyaksikan tindakan-tindakan Nabi Khidir yang tampak
bertentangan dengan syariat. Terkait kisah dalam Al-Qur’an, Ahmad
Khalafullah memandang bahwa hal itu tidak harus dipahami sebagai teks
sejarah, melainkan sebagai teks sastra yang digunakan Al-Qur’an untuk
menyampaikan pesan. Berangkat dari sini, penulis akan menganalisis
bagaimana pandangan para mufassir dalam memahami kisah Nabi Musa dan
Nabi Khidir serta bagaimana status kisah ini jika dilihat dengan pendekatan
sastra Muhammad Ahmad Khalafullah.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif berbasis library
research. Adapun teknis pengumpulan datanya menggunakan teknik
dokumentasi. Sumber primernya berupa terjemah kitab Al-Fann al-Qasāsi fī
Al-Qur’an al-Kārim karya Muhammad Ahmad Khalafullah. Sedangkan data
sekundernya adalah buku-buku, jurnal dan artikel yang berkaitan dengan
penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif-analitis
dengan cara mengumpulkan penafsiran kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir
menurut para mufassir, kemudian dianalisis dengan pendekatan sastra
Muhammad Ahmad Khalafullah.
Hasil dari penelitian ini adalah: Pertama, Mufassir memahami kisah
Nabi Musa dan Nabi Khidir sebagai teguran kepada Nabi Musa atas
kesombongannya, kemudian Musa meminta petunjuk kepada Allah agar
dipertemukan dan menimba ilmu kepada ‘abd saleh, yaitu Nabi Khidir. Kedua,
dilihat dengan menggunakan pendekatan sastra Ahmad Khalafullah, kisah
antara Nabi Musa dan Nabi Khidir termasuk pada kisah perumpamaan yang
maknanya secara tersirat karena mengandung pesan moral dan spiritual.
Seperti perintah menghilangkan kesombongan, keangkuhan, dan perasaan
lebih tinggi dari orang lain. |
en_US |