dc.description.abstract |
Berbagai permasalahan terkait mustaḍ’afīn masih terus berlanjut
hingga saat ini, sehingga diperlukan pemecahan terhadap permasalahanpermasalahan yang terkait dengan mustaḍ’afīn. Seorang tokoh pembebas
yang berasal dari Afrika Selatan dan Iran yakni Farid Esack dan Ali Syari’ati
memiliki beberapa gagasan dalam memberikan pemahamannya mengenai
mustaḍ’afīn. Selain itu mereka juga memberikan pemahamannya terhadap
ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan mustaḍ’afīn.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Data yang
dikumpulkan berasal dari dua sumber: data primer berupa karya-karya Ali
Syari'ati dan Farid Esack, serta data sekunder berupa literatur atau buku-buku
yang relevan dengan topik tersebut. Yakni buku Farid Esack yang berjudul
Qur’an, Liberation, & Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious
Solidarity against Opperession dan buku Ali Syari’ati yakni On the Sosiology
of Islam dan The Visage of Muhammad. Teknis penulisan ini yaitu dengan
menggunakan metode dokumentatif, seadangkan pendekatan yang diterapkan
adalah metode komparatif atau muqārān dan teknik analissa data yaitu
dengan analisis isi (content analysis).
Dari hasil pembahasan penelitian ini menghasilkan pemahaman Farid
Esack mengenai mustaḍ’afīn yaitu masyarakat yang tertindas oleh sistem
kepemerintahan yang dzalim baik muslim maupun non-muslim yakni,
masyarakat berkulit hitam di Afrika Selatan yang mengalami penindasan oleh
sistem kepemerintahan apartheid. Menurutnya kaum mustakbirīn adalah
masyarakat berkulit putih, dan pemerintah yang dzalim (rezim apartheid).
Maka atas permasalahan ini ia menekankan pentingnya penafsiran kritis
terhadap Al-Qur’an, dengan gagasannya yakni hermeneutika pembebasan
dan pembacaan ulang terhadap makna Iman, Islam dan kufr. Sedangkan menurut Syari’ati mustaḍ’afīn adalah masyarakat muslim yang tertindas oleh
sistem kepemerintahan yang dzalim yakni kapitalisme dan borjuis.
Menurutnya mustakbirīn adalah para penguasa dan elit yang mendukung
sistem penindasan, ia menggunakan simbol-simbol seperti Fir’aun dan Qorun
dari Al-Qur’an. Kedua pemikir sepakat bahwa pemahaman terhadap
mustaḍ‘afīn dalam Al-Qur’an harus memotivasi perjuangan melawan
penindasan. Esack menekankan penafsiran hermeneutik yang sensitif
terhadap konteks sosial, sedangkan Syari’ati melihat ayat-ayat Al-Qur’an
sebagai dorongan untuk revolusi sosial dan perubahan struktural. |
en_US |