dc.description.abstract |
Pada abad ke-21 ini, banyak ditemukan gejala psikologis seperti anxiety
disorder yakni berperilaku cemas dan takut berlebihan, dan dysthymia yang
berarti sebuah perasaan sedih yang kronis dan hilangnya energi kehidupan di
tengah-tengah kehidupan yang sukses dan bahagia. Gejala tersebut sejatinya
bermula dari krisis identitas diri yang akibatnya banyak manusia mengalami
penderitaan karena tidak mempunyai nilai-nilai yang dijadikan pedoman
hidup sehingga gagal dalam menggapai kehidupan yang bermakna dan
bahagia. Pada abad ini pun filsafat stoikisme ramai kembali, menjadi
perbincangan hangat di kalangan zilenial dan milenial. banyak individu yang
mengamalkan stoikisme dalam hidupnya agar terhindar dari kecemasan dan
mendapatkan kebagaiaan hakiki. Penulis sebagai seorang muslim memandang
trend ini baik, namun hal ini menimbulkan pertanyaan di benak penulis apakah
nilai-nilai yang terkandung di dalam stoikisme sejalan dengan nilai-nilai
dalam Al-Qur’an? dan apakah al-Qur’an dan filsafat stoikisme memiliki
keselarasan yang bisa dipertemukan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif berbasis library research.
Teknis pengumpulan datanya menggunakan teknik dokumentatif. Sumber
primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku The Enchiridion
karta Epictetus dan kitab tafsir Al-Bahr Al-Madīd karya Ibnu ‘Ajibah. Adapun
sumber sekundernya adalah buku-buku, jurnal dan artikel yang berkaitan
dengan penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptifanalitis dengan cara merumuskan poin poin kebahagiaan menurut Epictetus
dalam The Enchiridion serta mengumpulkan ayat-ayat yang mengandung term
kebahagiaan pada tafsir Ibnu ‘Ajibah kemudian dianalisis dan setelahnya
dicari kesesuain antara konsep kebahagiaan Epictetus dan Ibnu ‘Ajibah
menggunakan pendekatan inegratif-interkonektif Amin Abdullah serta
relevansinya dengan konteks kehidupan saat ini.
Hasil dari penelitian ini adalah: Kedua pandangan ini menekankan
pentingnya pengendalian diri penerimaan terhadap takdir, hidup berkebajikan
dan ketidakmelekatan pada hal-hal materi sebagaimana dalam QS. Al-Qaṣāṣ
[28]: 76. Stoikisme dan tafsir Al-Bahr Al-Madīd sepakat bahwa kebahagiaan
sejati tidak bergantung pada keadaan eksternal atau harta benda, melainkan
pada sikap internal dan spiritualitas. Kedua pandangan ini juga mengajarkan
pentingnya moderasi dan pengendalian nafsu. Namun, perbedaan signifikan
tampak dalam hal sumber dan tujuan kebahagiaan, serta pandangan mengenai
Tuhan. Epictetus menekankan keselarasan dengan logos dan rasionalitas sebagai jalan menuju eudaimonia, sementara Ibnu 'Ajibah mengutamakan
kedekatan spiritual dengan Tuhan dan pencapaian kebahagiaan abadi di
akhirat. Adapun relevansinya, kedua perspektif ini menawarkan pandangan yang komplementer dalam mencari kebahagiaan di dunia modern. Di satu sisi,
Stoikisme memberikan kerangka filosofis yang menekankan kendali diri,
ketahanan mental, dan ketidakmelekatan pada materi. Di sisi lain, tafsīr AlBahr Al-Madīd menambahkan dimensi spiritual dan religius, menekankan
pentingnya iman dan ketaatan kepada Tuhan sebagai sumber kebahagiaan
sejati. Integrasi antara filsafat dan spiritualitas ini dapat memberikan panduan
yang kuat untuk mencapai kebahagiaan yang sejati dan berkelanjutan, baik
dalam dimensi duniawi maupun spiritual. Dengan demikian, relevansi konsep
kebahagiaan dari perspektif Stoikisme dan tafsīr Al-Bahr Al-Madīd tetap kuat
dan signifikan dalam konteks kehidupan saat ini. |
en_US |