Abstract:
Isa al-Masih/Yesus Kristus, kisah kenabiannya menurut perspektif Al-Qur’an dan
Al-Kitab memiliki perbedaan yang sangat kontras. Al-Qur’an dan umat Muslim
meyakini bahwa Isa al-Masih merupakan manusia, karya ciptaan Allah Swt. yang
bertujuan untuk menyampaikan risalah ketauhidan, sedangkan Al-Kitab dan umat
Kristen secara sadar menyatakan bahwa beliau adalah Tuhan Allah, Juru
Selamat yang disembah karena telah melakukan pengorbanan dalam
penghapusan dosa-dosa umat manusia.
Fokus penelitian dalam skripsi ini adalah untuk mendalami pandangan
Tafsir Al-Mishbah dan Tafsiran Matthew Henry terhadap ayat-ayat Kisah
kenabian Nabi Isa as dan membandingkannya, serta implikasi kedua tafsir
tersebut terhadap teologi. Penelitian ini merupakan kajian kualitatif dan kajian
kepustakaan (library research) dengan mengumpulkan data melalui bahanbahan tertulis. Sumber data primernya, yaitu Tafsir Al-Mishbah dan Tafsiran
Matthew Henry dan sumber data sekunder, berupa buku-buku, jurnal-jurnal,
skripsi, dan media internet atau literatur naskah yang sudah di transliterasi dan
diterjemahkan. Kemudian dianalisis deskriptif komparatif.
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan Quraish Shihab menafsirkan
bahwa Isa as. bukanlah Tuhan, melainkan hamba Allah dan utusan Allah, dan
bukan Anak Allah atau satu dari yang tiga. Sedangkan penafsiran Matthew
Henry menyatakan bahwa Ia adalah Tuhan yang disembah, Anak Allah, dan
satu dari yang tiga, sebagai Mesias dan Juru Selamat. Persamaan dari kedua
penafsir tersebut ialah Isa as. diutus untuk Kaum Bani Israil, membenarkan
Taurat, dan mengajarkan Injil, tetapi perbedaannya, Quraish Shihab
menafsirkan Isa as. sebagai manusia biasa dan utusan Allah, serta
kemukjizatannya merupakan bukti kenabian dan keesaan Allah. sedangkan
Matthew Henry menafsirkan sebagai Allah dan Anak Allah, satu kesatuan, dan
kemukjizatan yang ia dapatkan sebagai bukti dari sifat ketuhanannya.
Implikasi terhadap teologis yaitu penafsiran Quraish Shihab dan Matthew
Henry sama-sama memperkuat teologis mereka, di mana Asy’ariyah meyakani
tidak ada yang bisa menyamakan kekuasaan dan kehendak Allah, sedangkan
presbiterian menyatakan bahwa Allah itu Tritunggal.