Abstract:
Subordinasi perempuan adalah masalah yang terus terjadi dalam masyarakat, sering
kali terkait dengan sistem patriarki, di mana laki-laki memegang kekuasaan dan perempuan
dianggap lemah. Patriarki membawa dampak negatif seperti marginalisasi, subordinasi,
stereotipe, kekerasan, dan beban ganda. Islam sebenarnya mengajarkan keadilan dan
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, mengangkat derajat wanita dan melindungi hakhak mereka. Namun, penafsiran terhadap Al-Qur'an sering kali bersifat diskriminatif,
menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah. Penafsiran ini dipengaruhi oleh
faktor budaya, sosial, politik, dan psikologis, bukan ajaran Islam itu sendiri. Berdasarkan
masalah ini, maka penelitian ini akan mengkaji penafsiran ayat-ayat gender dalam tafsir Marāḥ
Labīd karya Nawawi Al-Bantani.
Sumber data primer pada penelitian ini adalah kitab Tafsir Marāḥ Labīd li Kasyfi
Ma'anī al-Qur'ān al-Majīd karya Nawawi Al-Bantani yang didukung dengan data sekunder
lainnya berupa literatur terkait patriarki, seperti jurnal, buku, artikel, skripsi, dan tesis.
Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan (library research), sehingga teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi literatur. Teknik analisisa data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis konten. Penulis menggunakan teori
Hegemoni Antonio Gramsci sebagai pisau Analisa.
Adapun hasil penelitian ini adalah: Pertama, penafsiran Nawawi mengenai ayat-ayat
gender cenderung bias gender. Misalnya dalam menafsirkan kata nafs sebagai Adam, dan
menafsirkan Hawa tercipta dari Adam. Nawawi juga menafsirkan kata hūr sebagai wanita
cantik/bidadari yang artinya penafsiran ini diperuntukkan untuk audiens laki-laki semata.
Begitu pulak dengan kata azwāj yang ditafsirkan sebagai istri-istri, alasan diberlakukannya
dua orang saksi perempuan karena perempuan lemah akal, dan menafsirkan secara eksplisit
kedudukan anak perempuan yang rendah tanpa menyebut bahwa itu merujuk pada masa Arab
Jahiliyah. Kedua, pemetaan menggunakan teori Hegemoni Antonio Gramsci menunjukkan
bahwa kelompok penafsiran ayat-ayat yang tergolong kategori hegemoni total (integral) yaitu:
QS. Al-Nisā’ [4]: 1, QS. Āli ‘Imrān [3]: 15, QS. Al-Nisā’ [4]: 57, QS. An-Naḥl [16]: 72, QS.
Al-Furqān [25]: 74, QS. Az-Zukhruf [43]: 16, dan QS. Aṭ-Ṭūr [52]: 20. Karena tingkat patriarki
dan pengaruh hegemoni mufassir terhadap perempuan dalam ayat ini sangat kuat. Lalu,
kelompok penafsiran ayat-ayat yang tergolong kategori hegemoni yang merosot (decadent
hegemony) yaitu: QS. Al-Baqarah [2]: 282 dan QS. Āli ‘Imrān [3]: 14. Karena tingkat patriarki
dan hegemoni mufassir terhadap perempuan dalam ayat ini adalah sedang, tidak sekuat yang
pertama. Sedangkan, pemetaan menggunakan teori Hegemoni Antonio Gramsci menunjukkan
bahwa tidak ada penafsiran ayat-ayat dalam penelitian ini yang termasuk ke dalam kategori
hegemoni minimum (minimal hegemony), karena tidak ada penafsiran ayat-ayat dalam
penelitian ini yang tingkat patriarki dan pengaruh hegemoni mufassirnya lemah, atau tidak
kuat (rendah) terhadap kaum perempuan. Dalam penelitian ini tidak didapati penafsiran yang
mensubordinat kaum perempuan dengan hegemoni yang lemah.