dc.description.abstract |
Isrāiliyyāt merupakan kisah-kisah dalam tafsir Al-Qur‟an yang
menyusup melalui pendapat para sahabat dan tabi‟in, dikarenakan pertemuan
akulturasi hebat antara kaum muslimin dan Ahli Kitab, akulturasi ini pada
dasarnya telah terjadi semenjak zaman Nabi Muhammad SAW. masih hidup.
Penulis membahas isrāiliyyāt dalam kisah Nabi Ibrahim
menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research). Pada penelitian
ini, penulis mengambil sumber data primer dari kitab pokok kajian dari
penelitian ini, yakni kitab Tafsir Lubab al-Ta‟wil fĩ Ma‟āni al-Tanzīl karya
Al-Khazin dan kitab Tafsir Al-Qur‟an al-Aẓīm atau lebih dikenal dengan
Tafsir Ibnu Kaṡīr karya Ibnu Kaṡīr. Penulis membatasi penelitian ini hanya
pada 15 ayat saja yakni pada Al-Qur‟an QS. Al-Ṣaffāt [37]: 99-113 karena
dalam ayat tersebut terdapat Israiliyyat terkait kisah Nabi Ibrahim khususnya
kisah penyembelihan Nabi Isma‟il. Data sekunder berupa buku-buku, jurnal,
ensiklopedi, majalah, makalah, artikel dan literatur-literatur lainnya yang
mendukung. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis
adalah Teknik dokumentasi. Metode yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah metode komparatif yaitu mencoba mendeskripsikan dari
penafsiran kedua tokoh yakni Ibnu Kaṡīr dan Al-Khāzin.
Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis adalah
pendekatan historis. Pendekatan historis adalah pendekatan dengan cara
memahami ayat-ayat Al-Qur‟an dengan cara mempelajari sejarah turunnya
yang disebut dengan Asbāb al-Nuzūl. Melalui pendekatan ini, seseorang akan
mengetahui hikmah hukum tertentu dari ayat Al-Qur‟an, untuk memelihara
syari‟at dari kekeliruan memahaminya.
Adapun kesimpulan dari penafsiran mengenai ayat-ayat kisah
penyembelihan putra Nabi Ibrahim dari kedua mufassir yakni Al-Khāzin dan
Ibnu Kaṡīr. Adapun hasil dari pendapat kedua mufassir mengenai isrāiliyyāt ini keduanya terdapat perbedaan dalam menafsirkan. Al-Khazin menuliskan
riwayat isrāiliyyāt dalam penafsirannya pada ayat 102, 103 dan 107.
Sedangkan Ibnu Kaṡīr hanya mencantumkan pada ayat 101 terkait siapakah
sosok yang disembelih pada peristiwa penyembelihan tersebut. Walaupun ia
mencantumkan riwayat isrāiliyyāt pada penafsiran mereka, namun Ibnu Kaṡīr lebih berhati-hati dalam mengklaim bahwa cerita tersebut bisa diterima
atau tidak. Ia mendahulukan riwayat-riwayat yang bersandar kepada hadis
yang ṣahih. |
en_US |